Kamis, 01 Mei 2008

Fatwa Fadhilatush Syaikhul Islam Al-Allamah Al-Faqih Mujahid Abu Muhammad Ashim’ Al-Burqawi Al- Maqdisiy Hafidzhahulloh Ta’ala tentang Jihad dan Dakwa

Fatwa Fadhilatush Syaikhul Islam Al-Allamah Al-Faqih Mujahid Abu Muhammad Ashim’ Al-Burqawi Al- Maqdisiy Hafidzhahulloh Ta’ala tentang Jihad dan Dakwah

Permintaan fatwa yang ditujukan kepada Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisiy Hafidzhahulloh Ta’ala

Bismilillahirrohmanirrohim, segala puji bagi Alloh, selawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rosululloh, keluarganya, dan sahabat-sahabatnya serta orang-orang yang berwali kepadanya.

Wa ba`du: Pertama, sebelum mengajukan beberapa pertanyaan, berikut ini saya sampaikan beberapa hal tentang diriku ;

1. Saya adalah seorang pelajar ilmu syar`iy, dan saya memiliki keinginan yang kuat untuk meneruskan jalan ini.

2. Saya belajar di Universitas dan saya sekarang sedang proses kelulusan.

3. Saya dari keluarga yang berpegang teguh mencintai Islam, namun keluarga saya ini memiliki beberapa kesalahan tentang pemahaman al wala` wal baro` dan tentang manhaj di dalam menilai kebenaran.

4. Saya senantiasa berusaha semampuku untuk menyampaikan kepada mereka, ilmu yang telah Alloh berikan kepadaku, akan tetapi permasalahannya adalah, mereka tidak mau mendengarkanku jika aku berusaha untuk meluruskan kesalahan manhaj mereka. Bahkan mungkin mereka menyebutku dengan ekstrimis atau takfiriy atau orang yang ashobiyah (fanatic terhadap golongan).

5. Di dalam keluarga ini ada juga seorang pelajar lain sepertiku, namun akhir-akhir ini ia mengikuti paham salafiyin — murji`atul modern — dan ia fanatik dengan paham tersebut. Dan setiap ada kesempatan dia selalu berusaha dengan segala kemampuan yang ia miliki, mengajak anggota keluarga untuk mengikuti manhajnya. Sehingga tidak heran — meskipun orang-orang murji`ah sudah dikenal meremehkan prinsip-prinsip mendasar dalam Islam — ada orang yang mau mendengarkannya. Dan hingga sekarang, saya dengan dia masih terus terjadi diskusi.

6. Saya memiliki saudara kandung yang bertauhid, al hamdulillah. Dia sekarang adalah seorang pedagang yang ahli. Pada akhir-akhir ini, saudaraku ini mempunyai pikiran serius untuk berangakat ke Afghonistan dan meninggalkan seluruh perdagangannya. Maka ku katakan kepadanya: “Mungkin keberadaanmu di sini lebih utama karena kamu bisa menempati job yang sangat kita perlukan, yaitu bidang pendanaan. Selain itu, jihad dengan harta itu memiliki peran yang sangat besar, yang oleh sebagian para ulama memandang bahwa jihad dengan harta itu lebih utama daripada jihad dengan fisik.” Setelah itu ia mengurungkan niatnya yang kuat untuk pergi ke Afghonistan.

Sekarang, pertanyaannya adalah;

1. Apakah sekarang ini jihad di Afghonistan hukumnya fardhu ‘ain sebagaimana yang dikatakan oleh Usamah bin Ladin, Mulla Muhammad ‘Umar serta para pengikutnya?

2. Jika benar fardhu ‘ain, apakah aku diperbolehkan untuk tidak berangkat berjihad karena hendak meneruskan belajar ilmu syar`iy? Karena saya mendengar Usamah bin Ladin mengatakan bahwa orang-orang yang tidak berjihad dengan alasana untuk menuntut ilmu, mereka itu tidak memahami kitabulloh dan sunnah Rosululloh SAW, karena sesungguhnya ketika perang Tabuk Rosululloh tidak meninggalkan seorangpun di Madinah. Demikian kira-kira yang dikatakannya.

3. Jika anda berpendapat bahwa perkataan ini benar, lalu bagaimana mendudukkan pemahaman ayat yang berbunyi,

وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً

“Dan tidak sepatutnya bagi kaum muslimin untuk berperang seluruhnya” .. yang terdapat di dalam surat At Taubah.

4. Kemudian jika jihad hukumnya fardhu ‘ain, lalu apakah apa yang saya katakan kepada saudaraku itu dibenarkan oleh syar`iy atau tidak? Sesungguhnya saya hanya bertanya untuk bertabayyun semata. Sebab Allohlah sebagai saksi bahwasanya saya dan saudaruku itu memiliki keinginan yang kuat dan besar untuk mati sayhid di jalan Alloh atau minimal untuk hijroh ke tempat kemuliaan dan karomah bagi seorang muslim dan penuntut ilmu.

5. Sebatas mana saya akan tetap berdialog secara baik-baik dengan pelajar yang berpaham salafi tersebut? Dan kapan saatnya hajr (pengucilan) itu disyariatkan? Jazakumulloh khoiron.

Jawaban:

Bismillah, segala puji bagi Alloh, sholawat serta salam bagi Rosululloh�. Suadaraku yang mulia� semoga Alloh menjagamu dan menolong agama-Nya denganmu, As salaamu alaikum wa rahmatulloh�.

Saya telah mengkaji pertanyaanmu �. Dan semoga Alloh memberikan balasan kebaikan atas usahamu untuk mendapatkan kebenaran dan keredhoan Alloh di setiap gerak langkahmu.

Secara ringkas saya jawab�.

Ya, memang membela saudara-saudara kita di Afghonistan hukumnya adalah fardhu `ain sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikh Usamah bin Ladin dan Mulla Muhammad Umar. Dan dalil-dalil akan hal itu sangat banyak dan sangat jelas gamblang yang telah dijabarkan di dalam buku-buku yang membahas mengenai permasalahan itu. Dan ada sejumlah ulama` terpercaya yang telah menulis tentang hal itu semisal Syaikh Hamuud bin Uqla` Asy Syuaibiy, Syaikh Sulaiman bin Nashih Al Ulwan, Syaikh Abdulloh As Sa`d, dan lain-lain. Dalam masalah ini saya juga memiliki tulisan yang saya beri judul (Wujuubu Nushrotil Muslimin Fi Afghonistan wa Kufru Man Dhoharo ‘Alaihim ‘Ubdatus Shulban wa Kasyfu Talbisil Ahbar war Ruhban), anda bisa langsung mendapatkannya di situs di bawah ini http://www.tauhed.ws/afghanestan/fatwa/HATHA.html.

Dan apa yang dikatakan oleh Syaikh Usamah tentang orang yang tidak berangkat berjihad dengan alasan menuntut ilmu itu adalah benar, karena jihad yang terjadi sekarang ini adalah jihad daf`iy (defensif), sehingga tidak boleh untuk lebih mendahulukan menuntut ilmu daripada jihad. Adapun ayat yang telah anda sebutkan adalah bersifat umum yang darinya dikecualikan ketika musuh menyerang negara Islam sehingga jihadnya merupakan jihad daf`iy (defensif), dan ketika ada mobilisasi umum dari imam muslim kepada seluruh manusia.

Keadaan saudara-saudara kita di Afghonistan sekarang ini adalah seperti keadaan kaum muslimin pada waktu perang Ahzab, apakah ada kiranya seseorang yang mengerti dan memahami Islam akan absen tidak ikut bersama Rosululloh SAW pada waktu yang sangat genting seperti itu, dengan alasan menuntut ilmu. Padahal musuh telah mengepung mereka dan berusaha untuk mengusai mereka. Ini jika ilmu yang dipelajari adalah ilmu syar`iy yang tidak ada kerusakan dan kemunkaran di dalamnya, lalu bagaimana jika yang dipelajari itu ilmu duniawi yang tidak dibutuhkan atau dalam menuntutnya mengandung unsur-unsur kemunkaran dan kerusakan yang hanya Alloh saja yang tahu?

Dan jika anda tidak mendapatkan jalan untuk bergabung dengan saudara-saudaramu di Afghonistan, maka usaha untuk membantu mereka dapat disetiap tempat baik dengan fisik maupun dengan harta, sehingga tidak terbatas hanya pada saat ini di negeri Afghonistan saja, di bawah bombardir pesawat tempur. Dan menuntut ilmu syar`iy itu dilakukan oleh seorang muslim sepanjang hidupnya dan waktunya tidak hanya terbatas pada waktu yang sangat genting seperti ini.

Dan perlu anda ketahui bahwa ilmu, firasat, hidayah dan pemahaman yang paling besar itu dapat anda raih dengan membela agama Alloh di medan jihad, dan itu semua tidak akan diperoleh oleh seseorang jika ia berpangku tangan dari jihad dan absen dari membela Islam, walaupun ia membawa ijasah yang banyak selama dia absen dari membela agama Alloh maka ilmunya hanyalah bencana baginya. Dan semua ijazah universitas itu walaupun besar tidak akan memberikan pemahaman dan cahaya ilmu, hidayah dan khosyah (rasa takut) sebagaimana yang diperoleh dengan berjihad. Alloh SWT berfirman:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

“Dan orang-orang yang berjihad di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS. Al Ankabut : 60).

Dan firman Alloh:

رَضُوا بِأَن يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لاَيَفْقَهُونَ

“Mereka rela berada bersama kaum wanita yang tidak pergi berperang, dan hati mereka telah dikunci mati, sehingga mereka tidak mengetahui.” (QS. At Taubah : 87).

Juga firman Alloh:

بِأَن يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطَبَعَ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لاَيَعْلَمُونَ

“Mereka rela berada bersama-sama kaum wanita yang tidak ikut berperang, dan Alloh telah mengunci mati hati mereka, sehingga mereka tidak mengetahui.” (QS. At Taubah : 93).

Maka yang saya nasehatkan untuk anda adalah membela agama Islam dan kaum muslimin jika hal itu mudah dan mampu bagimu dengan segala sarana dan dimanapun berada. Alloh SWT berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللهِ

“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian penolong Alloh”. (Ash Shoff: 14)

Sedangkan mengenai saudaramu yang engkau katakan bahwa dia menganut aqidah orang-orang Murji`ah, tidak masalah jika engkau tetap selalu menasehatinya dan berdialog serta diskusi dengannya untuk membantah kebathilannya. Dalam hal ini engkau bisa memanfaatkan sejumlah tulisan yang menyingkap borok para syaikhnya yang telah menipunya, dan itu sangat banyak sekali dan telah diterbitkan. Dan selama pemahaman irja`nya itu tidak menjadikannya memusuhi orang-orang yang bertauhid atau menjadi pembela kesyirikan maka hendaknya anda bersabar terhadapnya dan janganlah menghajr (mengucilkan) nya. Ajaklah berdialog serta singkaplah syubhat-syubhatnya dan memintalah bantuan kepada beberapa para syaikh untuk melakukan hal ini, karena bisa jadi adanya hubungan perseteruan dengan segala perasaan yang menyertainya seperti gesekan dan kedengkian itu menghalanginya untuk menerima kebenaran darimu.

Saya memohon kepada Alloh untuk memberi membimbingmu kepada segala kebaikan dan menjadikan kita dan anda termasuk golongan orang-orang yang menolong agamaNya. Wassalaam.

Ditulis Oleh: Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi Hafidzhahulloh Ta’ala

Diterjemahkan Oleh: Al-Ustadz Abu Hanifah Muhamad Faishal alBantani al-Jawy, Spd, I

Editor: Al-Akh Muhammad Lukman As-Sundawy, SH, I & Al-Akh Ovry K Adrianto, S, Kom

Tidak ada komentar: