Bismillahirrohmanirrohim Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu ‘ala Rosulillah Shollallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam Wa ba’du
Seputar Gay, Lesbian dan Homo seksual
Oleh:Syaikh Nabil Muhammad Mahmud
DOSA-DOSA HOMOSEKSUAL
Homoseksual adalah sejelek-jelek perbuatan keji yang tidak layak dilakukan oleh manusia normal. Allah telah menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai tempat laki-laki menyalurkan nafsu bilogisnya, dan demikian sebaliknya. Sedangkan prilaku homoseksual –semoga Allah melindungi kita darinya- keluar dari makna tersebut dan merupakan bentuk perlawanan terhadap tabiat yang telah Allah ciptakan itu. Prilaku homoseksual merupakan kerusakan yang amat parah. Padanya terdapat unsur-unsur kekejian dan dosa perzinaan, bahkan lebih parah dan keji daripada perzinaan. Aib wanita yang berzina tidaklah seperti aib laki-laki yang melakukan homoseksual. Kebencian dan rasa jijik kita terhadap orang yang berbuat zina tidak lebih berat daripada kebencian dan rasa jijik kita terhadap orang yang melakukan homoseksual. Sebabnya adalah meskipun zina menyelisihi syariat, akan tetapi zina tidak menyelisihi tabiat yang telah Allah ciptakan (di antara laki-laki dan perempuan). Sedangkan homoseksual menyelisihi syariat dan tabiat sekaligus.Para alim ulama telah sepakat tentang keharaman homoseksual. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencela dan menghina para pelakunya.
“Artinya : Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas” [Al-A’raf : 80-81]
Dalam kisah kaum Nabi Luth ini tampak jelas penyimpangan mereka dari fitrah. Sampai-sampai ketika menjawab perkataan mereka, Nabi Luth mengatakan bahwa perbuatan mereka belum pernah dilakukan oleh kaum sebelumnya.
BESARNYA DOSA HOMOSEKSUAL SERTA KEKEJIAN DAN KEJELEKANNYA
Kekejian dan kejelekan perilaku homoseksual telah mencapai puncak keburukan, sampai-sampai hewan pun menolaknya. Hampir-hampir kita tidak mendapatkan seekor hewan jantan pun yang mengawini hewan jantan lain. Akan tetapi keanehan itu justru terdapat pada manusia yang telah rusak akalnya dan menggunakan akal tersebut untuk berbuat kejelekan. Dalam Al-Qur’an Allah menyebut zina dengan kata faahisyah (tanpa alif lam), sedangkan homoseksual dengan al-faahisyah (dengan alif lam), (jka ditinjau dari bahsa Arab) tentunya perbedaan dua kta tersebut sangat besar. Kata faahisyah tanpa alif dan lam dalam bentuk nakirah yang dipakai untuk makna perzinaan menunjukkan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji dari sekian banyak perbuatan keji. Akan tetapi, untuk perbuatan homoseksual dipakai kata al-faahisyah dengan alif dan lam yang menunjukkan bahwa perbuatan itu mencakup kekejian seluruh perbuatan keji. Maka dari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian” [Al-A’raf : 80]
Maknanya, kalian telah mengerjakan perbuatan yang kejelekan dan kekejiannya telah dikukuhkan oleh semua manusia. Sementara itu, dalam masalah zina, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu faahisyah (perbuatan yang keji) dan suatu jalan yang buruk” [Al-Isra : 32]
Ayat ini menerangkan bahwa zina adalah salah satu perbuatan keji, sedangkan ayat sebelumnya menerangkan bahwa perbuatan homoseksual mencakup kekejian. Zina dilakukan oleh laki-laki dan perempuan karena secara fitrah di antara laki-laki dan perempuan terdapat kecenderungan antara satu sama lain, yang oleh Islam kecenderungan itu dibimbing dan diberi batasan-batasan syariat serta cara-cara penyaluran yang sebenarnya. Oleh karena itu, Islam menghalalkan nikah dan mengharamkan zina serta memeranginya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” [Al-Mukminun : 5-7]
Jadi, hubungan apapun antara laki-laki dan perempuan di luar batasan syariat dinamakan zina. Maka dari itu hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan panggilan fitrah keduanya, adapun penyalurannya bisa dengan cara yang halal, bisa pula dengan yang haram. Akan tetapi, jika hal itu dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan, maka sama sekali tidak ada hubungannya dengna fitrah. Islam tidak menghalalkannya sama sekali karena pada insting dan fitrah manusia tidak terdapat kecenderungan seks laki-laki kepada laki-laki atau perempuan kepada perempuan. Sehingga jika hal itu terjadi, berarti telah keluar dari batas-batas fitrah dan tabiat manusia, yang selanjutnya melanggar hukum-hukum Allah.
“Artinya : Yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian” [Al-A’raf : 80]
Mujtahid berkata : “Orang yang melakukan perbuatan homoseksual meskipun dia mandi dengan setiap tetesan air dari langit dan bumi masih tetap najis”.
Fudhail Ibnu Iyadh berkata : “Andaikan pelaku homoseksual mandi dengan setiap tetesan air langit maka dia akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak suci”.Artinya, air tersebut tidak bisa menghilangkan dosa homoseksual yang sangat besar yang menjauhkan antara dia dengan Rabbnya. Hal ini menunjukkan betapa mengerikannya dosa perbuatan tersebut. Amr bin Dinar berkata menafsirkan ayat diatas : “Tidaklah sesama laki-laki saling meniduri melainkan termasuk kaum Nabi Luth”.Al-Walid bin Abdul Malik berkata : “Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menceritakan kepada kita berita tentang kaum Nabi luth, maka aku tidak pernah berfikir kalau ada laki-laki yang menggauli laki-laki”.Maka sungguh menakjubkan manakala kita melihat kebiasaan yang sangat jelek dari kaum Nabi Luth ini –yang telah Allah binasakan- tersebar diantara manusia, padahal kebiasaan itu hampir-hampir tidak terdapat pada hewan. Kita tidak akan mendatapkan seekor hewan jantan pun yang menggauli hewan jantan lainnya kecuali sedikit dan jarang sekali, seperti keledai. Maka itulah arti dari firman Allah berikut.
“Artinya : Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas” [Al-A’raf :81]
Allah mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya perbuatan keji itu belum pernah dilakukan oleh siapapun di muka bumi ini, dan itu mencakup manusia dan hewan. Apabila seorang manusia cenderung menyalurkan syahwatnya dengan cara yang hewan saja enggan melakukannya, maka kita bisa tahu bagaimana kondisi kejiwaan manusia itu. Bukankah ini merupakan musibah yang paling besar yang menurunkan derajat manusia dibawah derajat hewan?! Maksud dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut.
Pertama : Jika penyakit ini tersebar di tengah umat manusia, maka keturunan manusia itu akan punah karena laki-laki sudah tidak membutuhkan wanita. Populasi manusia akan semakin berkurang secara berangsur.
Kedua :Pelaku homoseksual tidak mau menyalurkan nafsu biologisnya kepada perempuan. Jika dia telah beristeri, maka dia akan mengabaikan isterinya dan menjadikannya pemuas orang-orang yang rusak. Dan jika dia masih bujangan, maka dia tidak akan berfikir untuk menikah. Sehingga, apabila homosek ini telah merata dalam sebuah kelompok masyarakat, maka kaum laki-lakinya tidak akan lagi merasa membutuhkan perempuan. Akibatnya, tersia-siakanlah kaum wanita. Mereka tidak mendapatkan tempat berlindung dan tidak mendapatkan orang yang mengasihi kelemahan mereka. Disinilah letak bahaya sosial homoseksual yang berkepanjangan.
Ketiga : Pelaku homoseksual tidak peduli dengan kerusakan akhlak yang ada disekitarnya.
CIRI-CIRI KAUM HOMOSEKS
[1]. Fitrah dan tabiat mereka terbalik dan berubah dari fitrah yang telah Allah ciptakan pada pria, yaitu kehendak kepada wanita bukan kepada laki-laki.
[2]. Mereka mendapatkan kelezatan dan kebahagian apabila mereka dapat melampiaskan syahwat mereka pada tempat-tempat yang najis dan kotor dan melepaskan air kehidupan (mani) di situ.
[3]. Rasa malu, tabiat, dan kejantanan mereka lebih rendah daripada hewan.
[4]. Pikiran dan ambisi mereka setiap saat selalu terfokus kepada perbuatan keji itu karena laki-laki senantiasa ada di hadapan mereka di setiap waktu. Apabila mereka melihat salah seorang di antaranya, baik anak kecil, pemuda atau orang yang sudah berumur, maka mereka akan menginginkannya baik sebagai objek ataupun pelaku.
[5]. Rasa malu mereka kecil. Mereka tidak malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala juga kepada makhlukNya. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari mereka.
[6]. Mereka tidak tampak kuat dan jantan. Mereka lemah di hadapan setiap laki-laki karena merasa butuh kepadanya.
[7]. Allah mensifati mereka sebagai orang fasik dan pelaku kejelekan ; “Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik” [Al-Anbiya : 74]
[8]. Mereka disebut juga sebagai orang-orang yang melampui batas : “Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melapaui batas” [Al-A’raf : 81]. Artinya, mereka melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah.
[9]. Allah menamakan mereka sebagai kaum perusak dan orang yang zhalim :”Luth berdo’a. ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu’. Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini. Sesunguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim” [Al-Ankabut : 30-31]
AZAB DAN SIKSA KAUM NABI LUTH
Disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menhujani mereka dengan batu. Tidak tersisa seorangpun melainkan dia terhujani batu tersebut. Sampai-sampai disebutkan bahwa salah seorang dari pedagang di Mekkah juga terkena hujan batu sekeluarnya dari kota itu. Kerasnya azab tersebut menunjukkan bahwa homoseksual merupakan perbuatan yang paling keji sebagaimana yang disebutkan dalam dalil.Dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Artinya : Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth” [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 (no. 7337)]
Arti dari laknat Allah adalah kemurkaanNya, dan terjauhkan dari rahmatNya. Allah membalik negeri kaum Luth dan menghujani mereka dengan batu-batu (berasal) dari tanah yang terbakar dari Neraka Jahannam yang susul-menyusul. Tertulis di atas batu-batu itu nama-nama kaum tersebut sebagaimana yang dikatakan Al-Jauhari.
[Disalin dari Majalah Fatawa Vol. 11/Th.1/1424H-2003M. Disarikan dan dialihbahasakan oleh Yusuf Purwanto dan Abdullah. Alamat Redaksi Islamic Center Bin Baz, Karanggayam, Sitimulyo, Piyungan-Bantul, Yogyakarta]
(taken from http://almanhaj.or.id)
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:36 pm
Bismillahirrohmanirrohim Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu ‘ala Rosulillah Shollallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam Wa ba’du
Islam, Budaya Arab ?
“Saya ini orang Jawa, apakah harus berjenggot, celana cingkrang, menyuruh berhijab (Jilbab) pada keluarga saya?! Bukankah ini semua adat orang Arab? Bukankah masing-masing punya adat sendiri?” Begitulah tanya seorang penelpon kepada pengasuh dialog agama di sebuah stasiun TV. Sepintas, memang ada benarnya juga. Tapi kalau demikian, tentunya ada Islam Sumatra, Islam Kalimantan, dan Islam lokal lainnya.
Itulah kondisi umat Islam sekarang ini, tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia pada umumnya. Kebodohan terhadap agama karena merasa cukup dengan Islam turunan, memang telah mewabah. Pengetahuan Islam yang di dapat dari TK sampai sekolah lanjutan pertama, dianggapnya memadai untuk bekal kehidupan.
Ironisnya lagi, tidak sedikit dari mereka yang dikenal sebagai kaum intelektual, dengan gelar yang berjajar di belakang namanya, ternyata pengetahuan agamanya tidak bertambah, bahkan sangat mungkin berkurang. Dilupakan atau terlupakan karena kesibukan dunia, atau tidak mengerti bahwa ilmu agamalah yang wajib dituntutnya.
Hanya Islam Saja
Jika ditenggok kembali sejarah Jazirah Arab sebelum Islam datang, tentunya akan didapati suatu kondisi masyarakat yang sangat parah kerusakannya. Masa jahiliyah, demikian julukannya. Berbagai kebiasaan, adat dan budaya yang hanya mengedepankan nafsu, banyak bertebaran. Pembunuhan bayi perempuan, perlakuan semena-mena terhadap manusia dan binatang, penindasan dan pelecehan terhadap wanita merupakan hal yang merajalela.
Setelah Islam datang, kebiasaan-kebiasaan jelek itu, termasuk adat dan budaya sedikit-demi sedikit dikikis habis. Islam datang memurnikan agama Nabi Ibrahim kembali, sekaligus menggantikan kebiasaan-kebiasaan yang merusak dengan yang lebih baik.
Islam datang sebagai rahmat untuk alam semesta. Meliputi semua sendi kehidupan. Tidak perlu penambahan, apalagi pengurangan. Baik itu dari budaya, adat kebiasaan setempat maupun dari ajaran agama lain. Semua jalan yang menuju kebaikan telah diterangkan oleh Rasulullah, demikian pula jalan menuju kejelekan. Allah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.” (Al-Maidah : 3)
Jangankan masalah peribadahan, masalah kecil dalam kehidupan manusia pun secara garis besarnya sudah diatur dalam Al-Qur’an maupun dijelaskan dalam As-Sunnah. Termasuk pula masalah-masalah yang tampaknya remeh, seperti bagaimana seharusnya wanita berjalan, cara berpakaian, hendak masuk rumah orang lain, cara duduk untuk beberapa orang dan lain-lain.
Muslim meriwayatkan, bahwa ada seorang musyrik bertanya kepada Salman Al-Farisi, “Apakah nabi kalian juga mengajari kalian hingga tata cara buang hajat?”
Salman menjawab, “Ya, benar. Beliau melarang kami menghadap kearah kiblat saat buang hajat, melarang kami istinja’ dengan kurang dari 3 batu, dengan tangan kanan, kotoran kering, atau tulang.”
Jadi, seharusnya seorang yang mengaku muslim, mengetahui apa-apa yang telah diatur oleh agamanya. Selain itu harus masuk ke dalamnya secara keseluruhan. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah : 20
Menurut Thawus dan Mujahid, makna masuk Islam secara keseluruhan adalah masuk dalam semua perkara agama. Sedangkan dalam Tafsir At-Thabari disebutkan, menurut Abu Amr bin Al-Ala’, ayat ini merupakan seruan kepada orang-orang mukmin, agar tidak menyimpang dari jalannya. Seruan kepada kaum mukmin berarti seruan yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman kepada Nabi, yang membenarkan Beliau dan apapun yang Beliau sampaikan.
Lebih lanjut At-Thabari menjelaskan makna kaffah disini merupakan sifat dari Islam. Takwilnya, masuklah kalian dalam pengamalan seluruh makna-makna Islam. Janganlah kalian menyia-nyiakan sebagian darinya wahai orang yang beriman kepada Muhammad dan apa yang disampaikannya.
Yang perlu dicatat, Islam tidak boleh dibelenggu dalam satu sektor kehidupan tanpa sector-sektor yang lain. Tidak boleh dibelenggu dalam satu sisi kehidupan, tanpa sisi yang lain. Makna sempurna dalam ayat di atas dapat dimaknai dengan pencakupannya terhadap segala aspek kehidupan. Tidak perlu ditambah dan dikurangi.
Semua yang disyariatkan Allah merupakan kewajiban bagi seluruh pemeluk agama Islam. Bukan adat orang Arab saja. Sebab, ada perintah dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Rata-rata umat Islam tahunya hanya Al-Qur’an saja yang berisi perintah dan larangan. Sedangkan As-Sunnah, mereka keliru dalam memahaminya. Sunnah nabi, jika dilakukan hanyalah suatu keafdhalan. Mau mengerjakan dapat pahala, kalau tidak tiada berdosa.
Padahal pengertian sunnah yang semacam ini, merupakan istilah yang digunakan para ahli fiqih dalam membagi tingkatan-tingkatan hukum Islam. Seperti haram, makruh, wajib dan mubah. Sedangkan As-Sunnah sendiri, merupakan penjelas Al-Qur’an dan pedoman kaum muslimin. As-Sunnah bisa mempunyai hukum haram, sunah, makruh, maupun mubah. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; danbertqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr : 7)
Rasulullah bersabda, “Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang pada keduanya: Al-Qur’an dan Sunnahku. Keduanya tidak akan berpisah hingga menemuiku di Haudh (telaga).” (HR. Al-Hakim dan Malik).
Jikalau semua adat dan budaya local dapat menjadi syariat Islam, yang terjadi adalah banyaknya perpecahan, bukan persatuan. Contohnya berhijab (jilbab) bagi wanita, jika dianggap adat orang Arab saja maka banyak yang tidak akan menjelankannya. Mereka beralasan bahwa di sana iklimnya panas, sehingga perlu pakaian seperti itu. Bukannya hijab (jilbab) dibela atau dijalankan, tetapi malah banyak yang mencemooh atau bahkan menghujatnya di kalangan umat Islam sendiri.
Sedangkan perpecahan umat ini menjadi kelompok-kelompok dan pembagian menjadi golongan-golongan merupakan hal yang dicela Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Al-Ahzab : 31-32).
Menuntut Ilmu
Kebodohan terhadap ilmu agama akan menyebabkan berbagai macam kerusakan dan kesesatan. Bodoh terhadap ilmu-ilmu yang bermanfaat merupakan penghalang terbesar menuju pada hal-hal yang lurus dan ahlak yang agung. Allah memberitahukan pendustaan kebanyakan orang terhadap para rasul, muncul karena kebodohan mereka terhadap agama ini. Contohnya seperti kasus penanya itu. Sehingga, menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap muslim. Dalam hadits disebutkan, “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap orang muslim.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Ilmu di sini adalah ilmu agama, yaitu bagaimana muamalah hamba terhadap Rabb-Nya. Menurut Ibnu Qudamah (wafat tahun 742H), muamalah disini meliputi tiga macam. Yaitu keyakinan, perbuatan, dan apa yang harus ditinggalkan. Ilmu agama yang wajib diketahui oleh setiap muslim salah satunya adalah apa-apa yang menjadi kewajiban hamba kepada Allah. Tanpa mengetahui ilmunya, tidak akan bisa melaksanakan kewajibannya dengan benar.
Orang beramal tanpa ilmu dan berilmu tetapi menyeleweng adalah dua golongan yang sangat merepotkan. Sulit diatur dan melelahkan orang yang mau meluruskannya. Sampai-sampai Ali bin Abi Thalib berkata, “Patahlah punggungku gara-gara dua orang, yaitu orang berilmu yang menyeleweng dan orang bodoh yang rajin ibadah.”
Kebodohan merupakan pangkal keburukan, apalagi justru kebanyakan manusia itu bodoh dalam hal agama. Benarlah firman Allah yang mengecam manusia, “(Sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Mereka) hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Ar-Rum : 6-7).
Ibnu Katsir mengatakan dalam menafsiri ayat yang ke-7 surat ini, “Maksudnya, kebanyakan manusia seakan tidak punya ilmu kecuali ilmu dunia dengan segala ragamnya. Dalam masalah ini, mereka mahir tetapi lalai (bodoh) terhadap perkara-perkara agama, dalam hal-hal yang bermanfaat bagi mereka di akhirat. Mereka dalam hal agama dan akhirat ini bagai orang dungu yang tak punya nalar dan akal pikiran.”
Mengetahui ilmu atau memahaminya sangat penting untuk menghindari kesesatan, bid’ah, khurafat, tahayul dan syirik, seperti sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah pahamkan dan dalam ilmu agama.” (HR. Bukhari).
Kebaikan merupakan lawan dari keburukan yang di antaranya adalahkesesatan. Dengan ilmu itu, kesesatan diberantas sebab ilmu agama merupakan warisan para nabi. Oleh karena itu pewaris ilmu tersebut atau para ulama merupakan pewaris nabi. Keutamaan ulama dijelaskan oleh Nabi, “Keutamaan seorang alim (berilmu agama) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu (agama), maka barangsiapa mengambilnya (yaitu mengambil warisan ilmu agama) maka dia telah mengambil keuntungan yang banyak.” (HR. At-Tirmidzi).
Ilmu agama dapat diperoleh dengan cara rajin mengaji dengan bimbingan para ustadz, membaca buku, majalah Islami, atau memanfaatkan teknologi yang ada. Tentunya harus dipilih yang benar cara pemahamannya. Insya Allah, dengannya tidak ada lagi terdengar komentar, “Saya orang sini, bukan orang Arab,” ketika menjumpai syariat agama yang asing di masyarakat.
Sumber:
- Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Pustaka Al-Kautsar, 2002.
- Abu Amsaka. Koreksi Terhadap Dzikir Berjamaah M. Arifin Ilham. Darul Falah, 2003.
- Diketik ulang dari Majalah Nikah, Vol. 2, No. 12, Maret 2004. Hal. 28-30
Sumber : safuan.wordpress.com
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:38 pm
HAKIKAT BID’AH DAN BAHAYANYA
I. DEFINISI BID’AH
Secara bahasa bid’ah memiliki dua makna:
1. Sesuatu yang diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (QS. Al Ahqaf: 9)
Yakni, tidaklah aku ini pertama kali orang yang diutus, namun sudah diutus sebelumku beberapa rasul.
Demikian juga firman Allah ta’ala:
وَرَهْبَانِيَةً ابْتَدَعُوهَا
“Dan mereka mengadakan rahbaniyah.” (QS. Al Hadid: 27)
Allah juga berfirman:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرضِ
“Allah pencipta langit dan bumi (tanpa misal sebelumnya).” (QS. Al Baqarah: 117)
2. Kelelahan. Dikatakan dalam bahasa arab: “أَبْدَعْتْ اْلإِبِلُ” jika seekor unta menundukkan tubuhnya karena adanya penyakit atau karena kurus dan kelelahan.
Adapun di dalam istilah syar’i, bid’ah adalah lawan daripada sunnah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Bid’ah di dalam agama adalah sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya yakni yang tidak diperintahkan untuk mengerjakannya dengan mewajibkan atau menganjurkan” (Al Fatawa: 4/107).
Imam Asy Syathibi berkata: “Bid’ah adalah suatu metode di dalam beragama yang di ada-adakan menyerupai syariat, dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala sedangkan tidak ada padanya dalil syar’i yang shahih dalam asal atau sifatnya.” (Al I’tisham: 1/37).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin berkata di dalam kitabnya Syarah Lum’atul I’tiqad: “Bid’ah adalah semua yang di ada-adakan dalam agama, dia bertentangan dengan apa yang ada pada zaman Nabi dan sahabatnya dari perkara aqidah atau amal.”
II. BEBERAPA KAIDAH PENTING DALAM MEMAHAMI BID’AH
A.مَنْ اِسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ Barang Siapa yang Menganggap Baik Suatu Urusan Agama Maka Dia Telah Mensyari’atkan.
Ini adalah perkataan Imam Syafi’i -semoga Allah subhanahu wata’ala merahmatinya-.
Pembagian bid’ah menjadi hasanah dan sayyi’ah yakni bid’ah yang baik dan yang buruk adalah pembagian yang tidak ada asalnya di dalam agama kita. Dengan berbagai alasan:
1. Bahwa agama Islam ini sudah sempurna.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmatku dan telah Aku ridhai islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3)
2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku tidak meninggalkan sesuatu dari apa yang diperintahkan oleh Allah kecuali aku telah memerintahkan kalian dengannya, dan tidak ada sesuatu yang Dia larang melainkan aku telah melarang kalian darinya.”
Demikian juga sabda beliau:
إِنِّيْ قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيْغُ عَنْهَا إِلاَّ هَالِكٌ
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian di atas perkara yang putih waktu siangnya seperti malamnya tidak akan tergelincir darinya kecuali orang yang binasa.” (HR. Ahmad, dll.)
Hal ini juga dipersaksikan oleh musuh-musuh islam yakni akan kebenaran dan kesempurnaan agama islam ini. Seorang yahudi bertanya kepada Salman Al Farisi: “Apakah nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga cara buang hajat?”. Dia menjawab: “Benar, beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau buang air kecil, dan beliau melarang kami untuk istinja’ dengan menggunakan tangan kanan dan istinja’ dengan kurang dari tiga batu atau istinja’ dengan kotoran atau tulang.” (HR. Muslim)
Seorang mubtadi’ (ahli bid’ah) memosisikan dirinya sejajar dengan pembuat syariat yakni Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Karena syariat tidak bisa dibuat dan dicapai oleh akal manusia yang lemah. Dan hanya Allah subhanahu wa ta’ala saja yang mampu di dalam pensyariatan ini karena Dia mengetahui segala sesuatu yang sesuai dengan manusia.
Imam Malik Berkata: “Barang siapa yang mengerjakan satu bid’ah di dalam agama islam, sedangkan dia melihatnya baik maka dia telah mengaku bahwa Muhammad telah berkhianat terhadap risalah Allah subhanahu wa ta’ala. Karena Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Aku ridhai islam sebagai agama bagimu.” Maka sesuatu yang tidak menjadi agama pada hari itu tidak juga menjadi agama pada hari ini.”
B. كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً (Setiap bid’ah adalah sesat meskipun dilihat baik oleh manusia)
Hal ini diucapkan oleh sahabat Abdullah bin Umar. Oleh karena itu Nabi kita yang mulia memberikan peringatan yang keras terhadap umat bahwa setiap bid’ah adalah sesat sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Tirmidzi, dll)
III. KEWAJIBAN BAGI KITA UNTUK MENGENAL BID’AH
Wajib bagi kita untuk mengetahui dan mengenal bid’ah, baik di dalam aqidah, ibadah, dan muamalah. Karena, setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di dalam neraka. Kita mengetahui hal ini agar kita tidak terjatuh di dalamnya. Sahabat Hudzaifah bin Yaman berkata: “Dahulu semua orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan namun aku bertanya tentang kejelekan karena khawatir akan menimpa kepadaku.”
IV. SEBAB-SEBAB MUNCULNYA BID’AH
Beberapa sebab tersebarnya bid’ah di kalangan umat Islam: 1. Kejahilan terhadap sunnah yang mulia dan ilmu musthalah hadits. Karena mereka tidak bisa membedakan antara hadits yang shahih dan hadits yang dha’if sehingga banyak tersebar hadits-hadits yang dha’if lagi palsu. 2. Kaum muslimin menjadikan pemimpin-pemimpin dari orang yang jahil, mereka berfatwa dan mengajarkan tentang agama Allah subhanahu wa ta’ala tanpa ilmu. 3. Adat dan khurafat yang banyak tersebar di kalangan kaum muslimin. Seperti kebiasaan dan adat yang dimunculkan dalam perkawinan atau ziarah kubur serta pesta makan. 4. Taklid dan adanya keyakinan bahwa para imam itu ma’shum yakni terjaga dari kesalahan. Atau memberikan kedudukan kepada para ulama seperti kedudukan para nabi. 5. Mengikuti mutasyabih yakni samar-samar dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ
“Maka orang-orang yang di dalam hatinya ada kecondongan mereka mengikuti yang samar-samar darinya dalam rangka mencari fitnah dan mencari ta’wilnya.” (QS. Ali Imran: 7)
V. BAHAYA BID’AH
Bid’ah memiliki bahaya yang besar terhadap seorang muslim secara khusus dan terhadap umat Islam secara umum. Di antaranya adalah:
1. Amal perbuatannya akan tertolak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌ
“Barang siapa yang mengada-adakan di dalam perkara kami yang tidak asal darinya maka dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Terlebih bagi orang yang menganggap indah perbuatan bid’ahnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً {103} الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا {104}
“Katakanlah: maukah Kami beri tahukan kepadamu dengan orang yang paling merugi amalnya. Yaitu orang-orang yang sesat usaha mereka di dalam kehidupan dunia sedangkan mereka mengira bahwasanya mereka memperbagus di dalam perbuatannya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
2. Bid’ah akan mematikan sunnah. Berkata seorang tabi’in Hassan bin Athiyah: “Tidaklah satu kaum menciptakan satu bid’ah di dalam agama mereka melainkan akan dicabut dari sunnah mereka semisalnya.” 3. Bid’ah merupakan sebab kehancuran. 4. Bid’ah adalah jalan menuju kekufuran dan membuka pintu perselisihan 5. Pintu taubat tertutup baginya selama dia masih berada di atas kebid’ahannya, oleh karena itu dikhawatirkan darinya akan su’ul khatimah yakni akhir hayat yang buruk. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعَ بِدْعَتَهُ
“Sesungguhnya Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sehingga dia meninggalkan bid’ahnya.” (HR. Thabrani dan Tirmidzi, beliau menghasankan.)
6. Seorang ahli bid’ah tidak akan mendatangi telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak akan memperoleh syafa’at dari beliau pada hari kiamat. 7. Ia akan mendapatkan dosa semua orang yang melakukan kebid’ahannya hingga hari kiamat. Karena firman Allah ta’ala:
لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلاَ سَآءَ مَايَزِرُونَ
“(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” (QS. An Nahl: 25)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Barang siapa yang memulai di dalam Islam dengan sunnah yang jelek maka atasnya dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)
8. Orang yang melakukan bid’ah dia adalah orang yang dilaknat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْهَا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Barang siapa yang berbuat jahat di dalamnya atau dia melindungi orang yang berbuat jahat (bid’ah) maka atasnya laknat dari Allah dan malaikat dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahu A’lam bis Shawab.
***
Penulis: Ustadz Aris Sugiantoro Sumber : muslim.or.id
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:42 pm
Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah
Oleh : Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan
Penerbit : Darul Qosim Saudi Arabia
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Rab semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam”. (Ali-Imran : 102). Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk. “Artinya : Ya Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau memberi kami hidayah”. (Ali Imran : 8). Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga ridla-Nya selalu dilimpahkan kepada para sahabatnya yang shalih dan suci, baik dari kalangan Muhajirin mupun Anshar, serta kepada para pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang.
Wa ba’du : Inilah beberapa kalimat ringkas tentang penjelasan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat Islam sehingga mereka terpecah belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da’wah) kontemporer dan jama’ah-jama’ah yang berbeda-beda. Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya ; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama’ah mana dia harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.
Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam : “Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri”, yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya oleh karena Allah telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya sebagaimana Dia telah berfirman. “Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. (Al-Hijr : 9). Maka, Pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela …”. (Al-Maaidah : 54). Dan firman Allah. “Artinya : Ingatlah kamu ini. orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang bakhil barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkan-Nya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti ( kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan seperti kamu ini”. (Muhammad : 38). Golongan atau jama’ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits : “Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta’la), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian”. (Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460; dan Imam Muslim 5 juz 13, hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy). Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin mengenal Islam yang benar beserta pemeluknya yang setia harus mengenal golongan yang diberkahi ini dan yang mewakili Islam yang benar, Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan ini agar kita bisa mengambil contoh dari berjalan pada jalan mereka dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.
AL-FIRQOTUN NAJIYAH ADALAH AHLUS SUNNAH WAL-JAMA’AH
Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku”. (Al-Anbiyaa : 92). Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun mereka belum pernah berhasil. Telah berkata kaum munafiq. “Artinya : Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar”. Yang kemudian dibantah langsung oleh Allah (pada lanjutan ayat yang sama) : “Padahal milik Allah-lah perbandaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami”. (Al-Munafiqun : 7). Demikian pula, kaum Yahudi-pun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka dari Ad-Din mereka. “Artinya : Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada kekafiran”. (Ali Imran : 72). Walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah berhasil karena Allah menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka.
Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya mereka berusaha kembali memecah belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengibas-ngibas kaum Anshar tentang permusuhan diantara mereka sebelum datangnya Islam dan perang sya’ir diantara mereka. Allah membongkar makar tersebut dalam firman-Nya. “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi Al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman”.(Ali Imran : 100). Sampai pada firman Allah. “Artinya : Pada hari yang diwaktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram …..” (Ali-Imran : 106). Maka kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kaum Anshar : menasehati dan mengingatkan mereka ni’mat Islam dan bersatunya merekapun melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150) . Dengan demikian gagallah pula makar Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan. Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firman-Nya. “Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas ……”.(Ali-Imran : 105). Dan firman-Nya pula. “Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah ….”.(Ali-Imran : 103). Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah : seperti shalat, dalam shiyam, dalam menunaikan haji dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam-pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya ; sabdanya. “Artinya : Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku dan sunnah Khulafaa’rasiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku”. (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43). Dan sabdanya pula. “Artinya : Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? ; beliau menjawab : yaitu barang-siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini”. (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari’ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr Al-Mawarzy di dalam As-Sunnah hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 1408, dan Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I’tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah I nomor 145-147). Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya. “Artinya : Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya”. (Dikeluarkan oleh Bukhari 3/3650, 3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86-87 Syarah An-Nawawy). Perawi hadits ini berkata : “saya tidak tahu apakah Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga kali”.
Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabi’in dan pengikut para tabi’in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.
Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.
Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu ‘anhum bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh beliau. “Artinya : Mereka yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini” (Telah berlalu penjelasannya di atas -peny). Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang tentang mereka Allah telah berfirman. “Artinya : Maka mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil diantara orang-orang yang telah kami selamatkan diantara mereka, dan orang-orang yang dzolim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka ; dan mereka adalah orang-orang yang berdosa”. (Huud : 116).
NAMA-NAMA AL-FIRQOTUN NAAJIYAH DAN ARTINYA
Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka tibalah giliran bagi kita untuk mengetahui pula nama-nama beserta ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya. Sebenarnyalah kelompok ini memiliki nama-nama agung yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Dan diantara nama-namanya adalah : Al-Firqotun Najiyah (golongan yang selamat) ; Ath-Thooifatul Manshuroh (golongan yang ditolong) ; dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang artinya adalah sebagai berikut. 1. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang selamat dari api neraka sebagaimana telah dikecualikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyebutkan kelompok-kelompok yang ada pada umatnya dengan sabdanya : “Seluruhnya di atas neraka kecuali satu ; yakni yang tidak masuk kedalam neraka”.(Telah terdahulu keterangannya) 2. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh As-Saabiqunal Awwalun (para pendahulu yang pertama) baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, sebagaimana di sabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Mereka itu adalah siapa-siapa yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan sahabatku lakukan hari ini”.(Telah terdahulu keterangannya) 3. Bahwasanya pemeluk kelompok ini adalah mereka yang menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya pada dua hal penting ; pertama. berpegang teguhnya mereka terhadap As-Sunnah sehingga mereka di sebut sebagai pemeluk sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeda dengan kelompok-kelompok lain karena mereka berpegang teguh dengan pendapat-pendapatnya, hawa nafsunya dan perkataan para pemimpinnya. Oleh karena itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada Sunnah, akan tetapi dinisbatkan kepada bid’ah-bid’ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri, seperti Al-Qadariyah dan Al-Murji’ah ; atau dinisbatkan kepada para imam-nya seperti Al-Jahmiyah ; atau dinisbatkan pada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar-Rafidhah dan Al-Khawarij. Adapun perbedaan yang kedua adalah bahwasanya mereka itu Ahlul Jama’ah karena kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al-Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan. Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al-Haq akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka. 4. Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari kiamat. Karena gigihnya mereka dalam menolong dinullah maka Allah menolong mereka, seperti difirmankan Allah : “Jika kamu menolong Allah niscaya Allah akan menolong mereka”. (Muhammad : 7) . Oleh karena itu pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Tidaklah yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu memadlorotkan (membahayakan) mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa Ta’ala sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian”. (Telah terdahulu keterangannya). Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama’ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi’in dan para pengikut mereka yang setia.
PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut.
Prinsip Pertama Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruk.
1. Iman kepada Allah Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beriti’qad dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
Tauhid uluuhiyyah artinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal itu disyari’atkan oleh-Nya seperti berdo’a, takut, rojaa’ (harap), cinta, dzabh (penyembelihan), nadzr (janji), isti’aanah (minta pertolongan), al-istighotsah (minta bantuan), al-isti’adzah (meminta perlindungan), shalat, shaum, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyari’atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.
Sedangkan makna tauhid al-asma wash-shifaat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasuln-Nya telah tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya dari segala ‘aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtstil (perumpamaan), tanpa tasybiih (penyerupaan), tahrif (penyelewengan), ta’thil (penafian), dan tanpa takwil ; seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Asy-Syuro : 11) Dan firman Allah pula. “Artinya : Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo’alah kamu dengannya”. (Al-A’raf : 180).
2. Beriman kepada Para Malaikat-Nya Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak mahluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah mencitakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini, sebagaimana difirmankan Allah. “Artinya : ….Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dumuliakan, mereka tidak mendahulu-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya”. (Al-Anbiyaa : 26-27). “Artinya : Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat ; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki”. (Faathir : 1)
3. Iman kepada Kitab-kitab-Nya Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur’an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur’an yang merupakan mu’jizat yang agung. Allah berfirman. “Artinya : Katakanlah (Hai Muhammad) : ’sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu membahu”. (Al-isra : 8 Dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah mengimani bahwa Al-Qur’an itu adalah kalam (firman) Allah ; dan dia bukanlah mahluq baik huruf maupun artinya. Berebda dengan pendapat golongan Jahmiyah dan Mu’tazilah, mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah mahluk baik huruf maupun maknanya. Berbeda pula dengan pendapat Asyaa’irah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam (firman) Allah hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah mahluk. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, kedua pendapat tersebut adalah bathil berdasarkan firman Allah. “Artinya : Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar KALAM ALLAH (Al-Qur’an)”. (At-Taubah : 6) “Artinya : Mereka itu ingin merubah KALAM Allah”. (Al-Fath : 15)
4. Iman Kepada Para Rasul Yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Artinya pula, beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah penutup para nabi dan rasul dan tidak ada nabi sesudahnya ; maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rasul tidak demikian berarti dia telah kafir. Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nashara yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhanya (Allah) sebagaimana yang difirmankan Allah. “Artinya : Dan orang-orang Yahudi berkata : ‘Uzair itu anak Allah ; dan orang-orang Nasharani berkata :’Isa Al-Masih itu anak Allah…”.( At-Taubah : 30) Sedang orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah meerendahkan dan menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut. Orang-orang Yahudi telah -kafir terhadap Nabi Isa dan Muhammad ‘alaihima shalatu wa sallam ; sedangkan orang-orang Nashara telah kafir kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan orang-orang yang mengimani sebagian- mengingkari sebagian (dari para rasul Allah), maka dia telah mengingkari dengan seluruh rasul, Allah telah berfirman. “Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafur kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan bermaksud memperbedakan antara (keimana kepada) Allah dan Rasul-Nya, dengan mengatakan : Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan diantara yang demikian (iman dan kafir) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka siksa yang menghinakan”. (An-Nisaa : 150-151). Dan Allah juga berfirman. “Artinya : Kami tidak mebeda-bedakan satu diantara Rasul-rasul-Nya ….”.(Al-Baqarah : 285)
5. Iman Kepada Hari Akhirat Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni’mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan (sirat), serta syurga dan neraka. Disamping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya.
Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah. “Artinya : Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata : ‘Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka ……”.(Al-Baqarah : 111). “Artinya : Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam beberapa hari saja”. (Al-Baqarah : 80).
6. Iman kepada taqdir. Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta’at, ma’shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta’atan dan membenci kemashiyatan.
Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta’atan atau ma’shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.
Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya. “Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya”. (At-Takwir : 29) Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.
Prinsip Kedua Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah : bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan kema’shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran. Allah berfirman. “Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena kedzoliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu”. (An-Naml : 14) “Artinya : ……. karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang dzolim itu menentang ayat-ayat Allah”. (Al-An’aam : 33) “Artinya : Dan kaum ‘Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syetan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam” (Al-Ankabut : 3 Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji’ah ; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya. “Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila ia disebut nama Allah tergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang mu’min yang sebenarnya …” (Al-Anfaal : 2-4). “Artinya : Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian” (Al-Baqarah : 143).
Prinsip Ketiga Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya …” (An-Nisaa : 48). Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji’ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu’min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ma’shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta’at dengan adanya kekafiran. Prinsip Keempat Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah wajibnya ta’at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kema’skshiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma’shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta’atinya namun tetap wajib ta’at dalam kebenaran lainnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala. “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta’atlah kamu kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul serta para pemimpin diantara kalian …” (An-Nisaa : 59) Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Artinya : Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta’at walaupun yang memimpin kalian seorang hamba”.(Telah terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits ‘Irbadh bin Sariyah tentang nasihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya). Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa ma’shiyat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan ma’shiyat kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya. “Artinya : Barangsiapa yang ta’at kepada amir (yang muslim) maka dia ta’at kepadaku dan barangsiapa yang ma’shiyat kepada amir maka dia ma’shiyat kepadaku”. (Dikelaurkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4 Juz 12 hal. 223 atas Syarah Nawawi). Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama’ah-pun memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasehati serta medo’akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.
Prinsip Kelima Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wajibnya ta’at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma’shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu’tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.
Prinsip Keenam Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu ‘anhum sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka. “Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (Al-Hasyr : 10). Dan sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya”. (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy). Berlainan dengan sikap orang-orang ahlul bid’ah baik dari kalangan Rafidhoh maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.
Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma’in. Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.
Prinsip Ketujuh Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabdanya. “Artinya : Sesunnguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku”. ( Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629). Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu’minin Radhiyallahu ‘anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka. “Artinya : Wahai wanita-wanita nabi ……..”.(Al-Ahzab : 32) Kemudian mengarahkan nasehat-nasehat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman. “Artinya : Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya”. ( Al-Ahzab : 33) Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang dimaksud disini khususnya adalah yang sholeh diantara mereka. Sedang sudara-saudara dekat yang tidak sholeh seperti pamannya, Abu Lahab maka tidak memiliki hak. Allah berfirman. “Artinya : Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya celaka dia”. (Al-Lahab : 1). Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa keshalehan dalam ber-din (Islam), tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya :Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas paman Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfa’at apapun di hadapan Allah. Ya Shofiyyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah”. (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz 3 hal 80-81 Nawawy). Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman. “Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat bagi kalian”. (Al-Jin : 21). “Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku mengetahui yang ghaib sunguh aku aka perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadlaratan”. (Al-A’raf : 18 Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.
Prinsip Kedelapan Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka, berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut daintaranya Mu’tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta.
Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber pada keta’atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma’shiyat.
Prinsip Kesembilan Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya.
“Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk”. (Telah terdahulu takhrijnya).
Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah berfirman.
“Artinya : Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya”. (An-Nisaa : 59)
Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema’shuman seseorang selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka tidak berta’ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul ‘ilmi.
Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta’ashub dan ahlul bid’ah. Sungguh mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain ; sebagian mereka tetap shalat di belakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far’i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid’ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.
PENUTUP
Kemudian dengan adanya prinsip-prinsip yang dikemukakan dimuka, mereka senantiasa ber-akhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya.
Diantara sifat-sifat yang agung itu adalah.
Pertama Mereka beramar ma’ruf dan nahi mungkar seperti yang telah diwajibkan syari’at dalam firman Allah berikut. “Artinya : Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, beramar ma’ruf dan nahi munkar dan kalian beriman kepada Allah”. (Ali-Imran : 110). “Artinya : Barangsiapa diantara kamu menyaksikan suatu kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itulah selemah-lemah iman”. (Dikeluarkan oleh Muslim 1/Juz 2 hal. 22-25 syarah Nawawy dari Abu Sa’id Al-Khudry). Sekali lagi, amar ma’ruf nahi munkar hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan oleh syari’at. Sedangkan golongan Muta’zilah mengeluarkan amar ma’ruf dan nahi munkar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syara, sehingga mereka berpandangan bahwa amar ma’ruf nahi munkar adalah keluar dari para pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan ma’shiyat walaupun belum termasuk perbuatan kufur. Sedang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal kema’shiyatannya tanpa harus memberontak kepada mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan. Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Barangkali hampir tidak dikenal suatu kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi ketimbang terhapusnya kemunkaran (melalui cara pemberontakan tersebut).
Kedua. Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjaga tetap tegaknya syi’ar Islam baik dengan menegakkan shalat Jum’at dan shalat berjama’ah sebagai pembeda terhadap kalangan ahlul bid’ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan shalat Jum’at maupun shalat Jama’ah.
Ketiga Menegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama serta tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Ad-Din itu nasehat, kami bertanya : untuk siapa .? Beliau menjawab : Untuk Allah dan Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta kaum muslimin pada umumnya”.(Dikeluarkan oleh Muslim I/Juz 2 hal. 36-37 syarah Nawawy, Abu Daud 5/49944, dan An-Nasaai 7/4197, Imam Ahmad 4/102 dari Tamiim Ad-Dary). “Artinya : Mu’min yang satu bagi mu’min yang lain bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling mengokohkan”. (Dikeluarkan oleh Bukhary 4/6026 dan Muslim 6/Juz 16 hal. 139 syarah Nawawy). Keempat. Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat cobaan-cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan keni’matan dan menerimanya dengan ketentuan Allah.
Kelima Bahwasanya mereka selalu berahlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzolim (aniaya) sesuai dengan firman Allah. “Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (An-Nisaa : 36) “Artinya : Sesempurna-sempurna iman seorang mu’min adalah yang baik ahlaknya”. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 13 No. 7396, Tirmidzi 3/1162, Abu Daud 5/4682, dan Al-Haitsamy dalam Mawarid No. 1311, 1926). Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar berkenan menjadikan kita semua bagian dari mereka dan tidak menjadikan hati kita condong kepada kekafiran setelah diberi petunjuk (hidayah-Nya) dan semoga shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya beserta shabat-sahabatnya. Aamin. Sumber: abusalma.wordpress.com
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:47 pm
TATA CARA BERSUCI DAN SHALAT BAGI ORANG YANG SAKIT
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita memuji-Nya, meminta pertolongan-Nya, meminta petunjuk-Nya, meminta ampunan-Nya dan meminta perlindungan-Nya dari kejelekan-kejelekan jiwa kita dan keburukan amalan-amalan kita. Barangsiapa diberi petunjuk-Nya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang sesat niscaya tidak akan mendapat hidayah-Nya.
Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada ilah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya. Shalawat dan salam teruntuk beliau, para sahabat, dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Amma ba’du.
Inilah risalah singkat tentang kewajiban bersuci dan shalat bagi orang-orang yang sakit. Karena orang sakit mempunyai hukum tersendiri tentang hal ini. Syariat Islam begitu memperhatikan hal ini karena Allah mengutus Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan aturan yang lurus dan lapang yang dibangun atas dasar kemudahan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” [Al-Hajj : 78]
“Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” [Al-Baqarah : 185]
“Artinya : Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu” [At-Taghabun : 16]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Sesungguhnya din ini mudah” [1]
Beliau juga bersabda.: “Jika saya perintahkan kalian dengan suatu urusan maka kerjakanlah semampu kalian” [2]
Berdasar kaidah dasar ini maka Allah memeberi keringanan bagi orang yang mempunyai udzur dalam masalah ibadah mereka sesuai dengan tingkat udzur yang mereka alami, agar mereka dapat beribadah kepada Allah tanpa kesulitan, dan segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
TATA CARA BERSUCI BAGI ORANG YANG SAKIT [1]. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika berhadats besar.
[2]. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya bertambah, atau khawatir memperlama kesembuhan, maka ia boleh bertayamum.
[3]. Tata cara tayamum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang suci sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya.
[4]. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau ditayamumkan orang lain. Caranya hendaknya seseorang memukulkan tangannya ke tanah lalu mengusapkannya ke wajah dan dua telapak tangan orang sakit. Begitu pula bila tidak kuasa wudhu sendiri maka diwudhukan orang lain.
[5]. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka, maka ia tetap dibasuh dengan air. Jika hal itu membahayakan maka diusap sekali, caranya tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan diatasnya. Jika mengusap luka juga membahayakan maka ia bisa bertayamum.
[6]. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka mengusap balutan tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya.
[7]. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah seperti cat misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali jika cat itu mengandung debu.
[8]. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain yang mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana atau sapu tangan lalu bertayamum darinya.
[9]. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat berikutnya maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu mengulang tayamum, karena ia masih suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya.
[10]. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin maka ia shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.
[11]. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena najis ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika hal itu tidak memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi. [12]. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun bila tidak memungkinkan maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi.
[13]. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya.
TATA CARA SHALAT ORANG SAKIT [1]. Orang yang sakit harus melakukan shalat wajib dengan berdiri meskipun tidak tegak, atau bersandar pada dinding, atau betumpu pada tongkat.
[2]. Bila sudah tidak mampu berdiri maka hendaknya shalat dengan duduk. Yang lebih utama yaitu dengan posisi kaki menyilang di bawah paha saat berdiri dan ruku.
[3]. Bila sudah tidak mampu duduk maka hendaknya ia shalat berbaring miring dengan bertumpu pada sisi tubuhnya dengan menghadap kiblat, dan sisi tubuh sebelah kanan lebih utama sebagai tumpuan. Bila tidak memungkinkan meghadap kiblat maka ia boleh shalat menghadap kemana saja, dan shalatnya sah, tidak usah mengulanginya lagi.
[4]. Bila tidak bisa shalat miring maka ia shalat terlentang dengan kaki menuju arah kiblat. Yang lebih utama kepalanya agak ditinggikan sedikit agar bisa menghadap kiblat. Bila tidak mampu yang demikian itu maka ia bisa shalat dengan batas kemampuannya dan nantinya tidak usah mengulang lagi.
[5]. Orang yang sakit wajib melakukan ruku dan sujud dalam shalatnya. Bila tidak mampu maka bisa dengan isyarat anggukan kepala. Dengan cara untuk sujud anggukannya lebih ke bawah ketimbang ruku. Bila masih mampu ruku namun tidak bisa sujud maka ia ruku seperti biasa dan menundukkan kepalanya untuk mengganti sujud. Begitupula jika mampu sujud namun tidak bisa ruku, maka ia sujud seperti biasa saat sujud dan menundukkan kepala saat ruku.
[6]. Apabila dalam ruku dan sujud tidak mampu lagi menundukkan kepalanya maka menggunakan isyarat matanya. Ia pejamkan matanya sedikit untuk ruku dan memejamkan lebih banyak sebagai isyarat sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk yang dilakukan sebagian orang yang sakit maka saya tidak mengetahuinya hal itu berasal dari kitab, sunnah dan perkataan para ulama.
[7]. Jika dengan anggukan dan isyarat mata juga sudah tidak mampu maka hendaknya ia shalat dengan hatinya. Jadi ia takbir, membaca surat, niat ruku, sujud, berdiri dan duduk dengan hatinya (dan setiap orang mendapatkan sesuai yang diniatkannya).
[8]. Orang sakit tetap diwajibkan shalat tepat pada waktunya pada setiap shalat. Hendaklah ia kerjakan kewajibannya sekuat dayanya. Jika ia merasa kesulitan untuk mengerjakan setiap shalat pada waktunya, maka dibolehkan menjamak dengan shalat diantara waktu akhir dzhuhur dan awal ashar, atau antara akhir waktu maghrib dengan awal waktu isya. Atau bisa dengan jama taqdim yaitu dengan mengawalkan shalat ashar pada waktu dzuhur, dan shalat isya ke waktu maghrib. Atau dengan jamak ta’khir yaitu mengakhirkan shalat dzuhur ke waktu ashar, dan shalat maghrib ke waktu isya, semuanya sesuai kondisi yang memudahkannya. Sedangkan untuk shalat fajar, ia tidak bisa dijamak kepada yang sebelumnya atau ke yang sesudahnya.
[9]. Apabila orang sakit sebagai musafir, pengobatan penyakit ke negeri lain maka ia mengqashar shalat yang empat raka’at. Sehingga ia melakukan shalat dzuhur, ashar dan isya, dua raka’at-raka’at saja sehingga ia pulang ke negerinya kembali baik perjalanannya lama ataupun sebentar.
[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penerjemah Furqan Syuhada, Penerbit Pustaka Arafah] __________ Foote Note. [1]. HR Bukhari, Kitab Iman, bab Dien itu mudah (39) [2]. HR Bukhari, Kitab I’tisham, bab mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (7288), Muslim, Kitab Fadhail, bab menghormati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jangan banyak bertanya tentang hal yang tidak terlalu penting (1337)
Sumber : almanhaj.or.id
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin Bismillahirrohmanirrohim Walhamdulillah, wash-sholaatu wassalamu ‘ala Rosulillah Shollallohu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam Wa ba’du
Seputar Gay, Lesbian dan Homo seksual
Oleh:Syaikh Nabil Muhammad Mahmud
DOSA-DOSA HOMOSEKSUAL
Homoseksual adalah sejelek-jelek perbuatan keji yang tidak layak dilakukan oleh manusia normal. Allah telah menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai tempat laki-laki menyalurkan nafsu bilogisnya, dan demikian sebaliknya. Sedangkan prilaku homoseksual –semoga Allah melindungi kita darinya- keluar dari makna tersebut dan merupakan bentuk perlawanan terhadap tabiat yang telah Allah ciptakan itu. Prilaku homoseksual merupakan kerusakan yang amat parah. Padanya terdapat unsur-unsur kekejian dan dosa perzinaan, bahkan lebih parah dan keji daripada perzinaan. Aib wanita yang berzina tidaklah seperti aib laki-laki yang melakukan homoseksual. Kebencian dan rasa jijik kita terhadap orang yang berbuat zina tidak lebih berat daripada kebencian dan rasa jijik kita terhadap orang yang melakukan homoseksual. Sebabnya adalah meskipun zina menyelisihi syariat, akan tetapi zina tidak menyelisihi tabiat yang telah Allah ciptakan (di antara laki-laki dan perempuan). Sedangkan homoseksual menyelisihi syariat dan tabiat sekaligus.Para alim ulama telah sepakat tentang keharaman homoseksual. Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencela dan menghina para pelakunya.
“Artinya : Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya. ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? ‘Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampui batas” [Al-A’raf : 80-81]
Dalam kisah kaum Nabi Luth ini tampak jelas penyimpangan mereka dari fitrah. Sampai-sampai ketika menjawab perkataan mereka, Nabi Luth mengatakan bahwa perbuatan mereka belum pernah dilakukan oleh kaum sebelumnya.
BESARNYA DOSA HOMOSEKSUAL SERTA KEKEJIAN DAN KEJELEKANNYA
Kekejian dan kejelekan perilaku homoseksual telah mencapai puncak keburukan, sampai-sampai hewan pun menolaknya. Hampir-hampir kita tidak mendapatkan seekor hewan jantan pun yang mengawini hewan jantan lain. Akan tetapi keanehan itu justru terdapat pada manusia yang telah rusak akalnya dan menggunakan akal tersebut untuk berbuat kejelekan. Dalam Al-Qur’an Allah menyebut zina dengan kata faahisyah (tanpa alif lam), sedangkan homoseksual dengan al-faahisyah (dengan alif lam), (jka ditinjau dari bahsa Arab) tentunya perbedaan dua kta tersebut sangat besar. Kata faahisyah tanpa alif dan lam dalam bentuk nakirah yang dipakai untuk makna perzinaan menunjukkan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji dari sekian banyak perbuatan keji. Akan tetapi, untuk perbuatan homoseksual dipakai kata al-faahisyah dengan alif dan lam yang menunjukkan bahwa perbuatan itu mencakup kekejian seluruh perbuatan keji. Maka dari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Mengapa kalian mengerjakan perbuatan faahisyah itu yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian” [Al-A’raf : 80]
Maknanya, kalian telah mengerjakan perbuatan yang kejelekan dan kekejiannya telah dikukuhkan oleh semua manusia. Sementara itu, dalam masalah zina, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu faahisyah (perbuatan yang keji) dan suatu jalan yang buruk” [Al-Isra : 32]
Ayat ini menerangkan bahwa zina adalah salah satu perbuatan keji, sedangkan ayat sebelumnya menerangkan bahwa perbuatan homoseksual mencakup kekejian. Zina dilakukan oleh laki-laki dan perempuan karena secara fitrah di antara laki-laki dan perempuan terdapat kecenderungan antara satu sama lain, yang oleh Islam kecenderungan itu dibimbing dan diberi batasan-batasan syariat serta cara-cara penyaluran yang sebenarnya. Oleh karena itu, Islam menghalalkan nikah dan mengharamkan zina serta memeranginya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” [Al-Mukminun : 5-7]
Jadi, hubungan apapun antara laki-laki dan perempuan di luar batasan syariat dinamakan zina. Maka dari itu hubungan antara laki-laki dan perempuan merupakan panggilan fitrah keduanya, adapun penyalurannya bisa dengan cara yang halal, bisa pula dengan yang haram. Akan tetapi, jika hal itu dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan, maka sama sekali tidak ada hubungannya dengna fitrah. Islam tidak menghalalkannya sama sekali karena pada insting dan fitrah manusia tidak terdapat kecenderungan seks laki-laki kepada laki-laki atau perempuan kepada perempuan. Sehingga jika hal itu terjadi, berarti telah keluar dari batas-batas fitrah dan tabiat manusia, yang selanjutnya melanggar hukum-hukum Allah.
“Artinya : Yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian” [Al-A’raf : 80]
Mujtahid berkata : “Orang yang melakukan perbuatan homoseksual meskipun dia mandi dengan setiap tetesan air dari langit dan bumi masih tetap najis”.
Fudhail Ibnu Iyadh berkata : “Andaikan pelaku homoseksual mandi dengan setiap tetesan air langit maka dia akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak suci”.Artinya, air tersebut tidak bisa menghilangkan dosa homoseksual yang sangat besar yang menjauhkan antara dia dengan Rabbnya. Hal ini menunjukkan betapa mengerikannya dosa perbuatan tersebut. Amr bin Dinar berkata menafsirkan ayat diatas : “Tidaklah sesama laki-laki saling meniduri melainkan termasuk kaum Nabi Luth”.Al-Walid bin Abdul Malik berkata : “Seandainya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menceritakan kepada kita berita tentang kaum Nabi luth, maka aku tidak pernah berfikir kalau ada laki-laki yang menggauli laki-laki”.Maka sungguh menakjubkan manakala kita melihat kebiasaan yang sangat jelek dari kaum Nabi Luth ini –yang telah Allah binasakan- tersebar diantara manusia, padahal kebiasaan itu hampir-hampir tidak terdapat pada hewan. Kita tidak akan mendatapkan seekor hewan jantan pun yang menggauli hewan jantan lainnya kecuali sedikit dan jarang sekali, seperti keledai. Maka itulah arti dari firman Allah berikut.
“Artinya : Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas” [Al-A’raf :81]
Allah mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya perbuatan keji itu belum pernah dilakukan oleh siapapun di muka bumi ini, dan itu mencakup manusia dan hewan. Apabila seorang manusia cenderung menyalurkan syahwatnya dengan cara yang hewan saja enggan melakukannya, maka kita bisa tahu bagaimana kondisi kejiwaan manusia itu. Bukankah ini merupakan musibah yang paling besar yang menurunkan derajat manusia dibawah derajat hewan?! Maksud dari penjelasan di atas adalah sebagai berikut.
Pertama : Jika penyakit ini tersebar di tengah umat manusia, maka keturunan manusia itu akan punah karena laki-laki sudah tidak membutuhkan wanita. Populasi manusia akan semakin berkurang secara berangsur.
Kedua :Pelaku homoseksual tidak mau menyalurkan nafsu biologisnya kepada perempuan. Jika dia telah beristeri, maka dia akan mengabaikan isterinya dan menjadikannya pemuas orang-orang yang rusak. Dan jika dia masih bujangan, maka dia tidak akan berfikir untuk menikah. Sehingga, apabila homosek ini telah merata dalam sebuah kelompok masyarakat, maka kaum laki-lakinya tidak akan lagi merasa membutuhkan perempuan. Akibatnya, tersia-siakanlah kaum wanita. Mereka tidak mendapatkan tempat berlindung dan tidak mendapatkan orang yang mengasihi kelemahan mereka. Disinilah letak bahaya sosial homoseksual yang berkepanjangan.
Ketiga : Pelaku homoseksual tidak peduli dengan kerusakan akhlak yang ada disekitarnya.
CIRI-CIRI KAUM HOMOSEKS
[1]. Fitrah dan tabiat mereka terbalik dan berubah dari fitrah yang telah Allah ciptakan pada pria, yaitu kehendak kepada wanita bukan kepada laki-laki.
[2]. Mereka mendapatkan kelezatan dan kebahagian apabila mereka dapat melampiaskan syahwat mereka pada tempat-tempat yang najis dan kotor dan melepaskan air kehidupan (mani) di situ.
[3]. Rasa malu, tabiat, dan kejantanan mereka lebih rendah daripada hewan.
[4]. Pikiran dan ambisi mereka setiap saat selalu terfokus kepada perbuatan keji itu karena laki-laki senantiasa ada di hadapan mereka di setiap waktu. Apabila mereka melihat salah seorang di antaranya, baik anak kecil, pemuda atau orang yang sudah berumur, maka mereka akan menginginkannya baik sebagai objek ataupun pelaku.
[5]. Rasa malu mereka kecil. Mereka tidak malu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala juga kepada makhlukNya. Tidak ada kebaikan yang diharapkan dari mereka.
[6]. Mereka tidak tampak kuat dan jantan. Mereka lemah di hadapan setiap laki-laki karena merasa butuh kepadanya.
[7]. Allah mensifati mereka sebagai orang fasik dan pelaku kejelekan ; “Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik” [Al-Anbiya : 74]
[8]. Mereka disebut juga sebagai orang-orang yang melampui batas : “Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melapaui batas” [Al-A’raf : 81]. Artinya, mereka melampaui batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah.
[9]. Allah menamakan mereka sebagai kaum perusak dan orang yang zhalim :”Luth berdo’a. ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu’. Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk (Sodom) ini. Sesunguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zhalim” [Al-Ankabut : 30-31]
AZAB DAN SIKSA KAUM NABI LUTH
Disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menhujani mereka dengan batu. Tidak tersisa seorangpun melainkan dia terhujani batu tersebut. Sampai-sampai disebutkan bahwa salah seorang dari pedagang di Mekkah juga terkena hujan batu sekeluarnya dari kota itu. Kerasnya azab tersebut menunjukkan bahwa homoseksual merupakan perbuatan yang paling keji sebagaimana yang disebutkan dalam dalil.Dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.“Artinya : Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth. Allah melaknat siapa saja yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth” [HR Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra IV/322 (no. 7337)]
Arti dari laknat Allah adalah kemurkaanNya, dan terjauhkan dari rahmatNya. Allah membalik negeri kaum Luth dan menghujani mereka dengan batu-batu (berasal) dari tanah yang terbakar dari Neraka Jahannam yang susul-menyusul. Tertulis di atas batu-batu itu nama-nama kaum tersebut sebagaimana yang dikatakan Al-Jauhari.
[Disalin dari Majalah Fatawa Vol. 11/Th.1/1424H-2003M. Disarikan dan dialihbahasakan oleh Yusuf Purwanto dan Abdullah. Alamat Redaksi Islamic Center Bin Baz, Karanggayam, Sitimulyo, Piyungan-Bantul, Yogyakarta]
(taken from http://almanhaj.or.id)
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:48 pm
PERBEDAAN ANTARA RIBA FADHL DAN RIBA NASI’AH
Oleh: Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta
Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Kami mohon penjelasan tentang riba fadhl dan riba nasi’ah, serta apakah perbedaan antara keduanya?
Jawaban Riba nasi’ah berasal dari kata an-nasaa’u, yang berarti penangguhan. Ada dua macam riba nasi’ah.
[1]. Merubah hutang bagi orang yang dalam kesulitan,dan inilah riba Jahiliyyah, di mana seseorang memiliki uang pada orang lain untuk dibayarkan dengan jangka waktu. Jika sudah jatuh tempo, maka orang yang memberi pinjaman itu berkata kepadanya, “Kamu boleh melunasi (sekarang) atau menambahi (jika menunda)”. Jika dia melunasinya, maka selesai masalah dan jika tidak, maka peminjam harus menambah nilai pada jumlah pinjaman awal pada saat jatuh tempo. Penambahan tersebut dilakukan sebagai konsekuensi keterlambatan membayar. Sehingga dengan demikian, pinjaman itu akan berlipat-lipat jumlahnya pada peminjam.
[2]. Pada suatu jual beli dua jenis barang, yang keduanya mempunyai ‘illat terdapat riba fadhl sama, dengan penangguhan penerimaan keduanya atau penerimaan salah satu dari keduanya, misalnya jual beli emas dengan emas atau dengan perak, atau perak dengan emas dengan jangka waktu atau tanpa serah terima barang di tempat pelaksanaan akad.
Sedangkan riba fadhl berasal dari kata al-fadhl yang berarti tambahan pada salah satu dari kedua barang yang dipertukarkan. Dan nash-nash telah datang mengharamkannya pada enam hal, yaitu emas, perak, jelai, gandum, kurma dan garam.
Jika salah satu dari barang-barang di atas dijual dengan barang yang sejenis, maka diharamkan adanya tambahan (kelebihan) diantara keduanya. Dan diqiyaskan pada keenam hal di atas adalah barang-barang yang mempunyai kesamaan ‘illat dengannya. Maka, tidak diperbolehkan, misalnya, menjual satu kilo emas berkualitas buruk dengan setengah kilo emas berkualitas baik. Demikian halnya perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma dan garam dengan garam. Tidak diperbolehkan menjual sedikitpun dari barang-barang di atas dengan jenis yang sama kecuali dengan sama banyak, berkulitas sama, dan seketika penyerahannya.
Namun demiukin, dibolehkan menjual satu kilo emas dengan dua kilo perak jika dilakukan dari tangan ke tangan (seketika), karena adanya perbedaan jenis. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Arinya : Emas dijual dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal dengan semisal, dalam jumlah yang sama dan tunai, tangan dengan tangan. Dan jika jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sekehendak hati kalian, jika dilakukan serta diserahkan seketika” [Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Ubadah bin Ash-Shamit Radhiyallahu ‘anhu]
Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya : Saya pernah meminjam dari seseorang sebesar 4000 riyal tunai, dan dibuatkan tanda terima senilai 6000 riyal untuk diangsur bulanan, 500 riyal setiap bulan, apakah yang demikian itu boleh atau tidak?
Jawaban Menjual dirham tunai dengan dirham yang lebih banyak dengan jangka waktu merupakan riba nasi’ah dan riba fadhl. Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menunjukkan pengharaman riba dengan kedua macam tersebut. Berdasarkan hal itu pula, maka tidak diperbolehkan penjualan 4000 riyal tunai dengan 6000 riyal dengan pembayaran berjangka, dan penjual tidak berhak kecuali uang pokoknya saja, yaitu 4000 riyal. Jika diantara keduanya terjadi perselisihan maka penyelesainnya di pengadilan. Dan hendaklah kalian berdua bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dosa besar ini. Hal itu berdasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” [An-Nuur : 31]
Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.
[Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Pertnanyaan ke 32 dari Fatwa Nomor 18612 dan Fatwa Nomor 1970, Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i] Sumber almanhaj.or.id
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:49 pm
” Siapakah Tuhan sembilan Senti ? ” Kali ini saya ingin mengajak antum bertukar pikiran tentang ”Bagaimanakah Hukum Rokok ?”
Ada yang bilang makruh, dengan dasar menyamakan roko dengan bawang putih yang bersifat mengganggu orang lain dan banyak ’ulama’ kita yang merokok
Ada yang bilang mubah, sesuai dengan hukum asal segala sesuatu yang belum tercantum dalam hukum fiqih Islam
Ada yang bilang harom, antara lain dengan alasan sebagaimana dalam artikel yang saya posting sebelumnya
Ada juga yang malah bilang wajib, bila kalau tidak merokok dikhawatirkan dirinya tidak khusyu’ sholat
Kalau antum ? Saya tunggu komentarnya. Sebelum berpendapat, saya sarankan antum membaca dan merenungkan puisi karangan Taufiq Ismail di bawah ini
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Tuhan Sembilan Senti Oleh Taufiq Ismail
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,
Di sawah petani merokok, di pabrik pekerja merokok, di kantor pegawai merokok, di kabinet menteri merokok, di reses parlemen anggota DPR merokok, di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok, hansip-bintara- perwira nongkrong merokok, di perkebunan pemetik buah kopi merokok, di perahu nelayan penjaring ikan merokok, di pabrik petasan pemilik modalnya merokok, di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok, di ruang kepala sekolah ada guru merokok, di kampus mahasiswa merokok, di ruang kuliah dosen merokok, di rapat POMG orang tua murid merokok, di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok, di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok, di loket penjualan karcis orang merokok, di kereta api penuh sesak orang festival merokok, di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok, di andong Yogya kusirnya merokok, sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,
Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,
Di pasar orang merokok, di warung Tegal pengunjung merokok, di restoran di toko buku orang merokok, di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok, bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok,
Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, Bisa ketularan kena,
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok, di apotik yang antri obat merokok, di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok, di ruang tunggu dokter pasien merokok, dan ada juga dokter-dokter merokok,
Istirahat main tenis orang merokok, di pinggir lapangan voli orang merokok, menyandang raket badminton orang merokok, pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok, panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,
Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok, di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok, di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa. Mereka ulama ahli hisap. Haasaba, yuhaasibu, hisaaban. Bukan ahli hisab ilmu falak, tapi ahli hisap rokok. Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, ke mana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,
Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri. Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin (Golongan kanan) dan yang sedikit golongan ashabus syimaal? (Golongan kiri)
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu. Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. (Dilarang merokok, ya ustadz) Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz. (Dilarang merokok, ya ustadz) Kyai, ini ruangan ber-AC penuh. Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.(Ini kamar yang penuh dengan hawa segar) Kalau tak tahan, Di luar itu sajalah merokok. Laa taqtuluu anfusakum.(Janganlah kamu membunuh dirimu)
Min fadhlik, ya ustadz. (Maaf, ya ustadz) 25 penyakit ada dalam khamr.(minuman keras) Khamr diharamkan. 15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan. 4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.(Dan mengharomkan untuk mereka yang buruk-buruk) Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama. Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan,
Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini. Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka. Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir. Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk,
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas, lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba,
Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita, jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,
Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.
- - - - - - - - - - - - - -
Nah, bagaimana tanggapan antum ?
Saya tunggu komentar antum tentang : HUKUM ROKOK ADALAH……………………
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin Diposting oleh Sa’ad di 10:18 0 komentar Label: Fiqih harian Sisi Kelam dari Rokok
Bismillahirrohmanirrohim
Kali ini saya akan menyampaikan masalah yang mungkin amat sensitif bagi sebagian kalangan masyarakat. Yap, masalah ROKOK.
Tahu nggak, ada apa di balik rokok? Benarkah industri rokok itu sangat berpengaruh dan penting bagi negara dan masyarakat ?
Berhubung dalam hal ini kompetensi ilmu yang saya miliki masih jauh untuk ikut membahasnya secara ilmiah, maka untuk menjawabnya, berikut ini saya kutipkan artikel dari http://www.halalguide.info .
No Smoking
Oleh: Dr. Ir. M. Romli, Msc
Rokok, dulu makruh, kini haram. Sepintas, ini mungkin terasa aneh. Wong hukum kok berubah-ubah, yang dari dulu diketahui makruh sekarang dikatakan haram.
Hal ini disebabkan kita masih sering mencampuradukkan antara pengertian syariah dan fiqih. Syariah adalah hukum yang diwahyukan oleh Allah SWT, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran dan Sunnah. Apa yang telah ditetapkan 14 abad yang lalu berupa hukum Syariah itu, tetap berlaku hingga kini bahkan sampai akhir jaman nanti, tidak berubah.
Lain halnya dengan Fiqih. Fiqih adalah hukum Islam yang dideduksi dari syariah untuk menjawab situasi-situasi spesifik yang tidak secara langsung ditetapkan oleh hukum syariah. Penetapan hukum berdasarkan deduksi ini dapat saja berubah tergantung pada situasi dan kondisi dimana hukum itu diterapkan. Kedua istilah yang sebenarnya tidak sama ini, hingga kini masih sering dipukul rata saja dengan sebutan, Hukum Islam.
Lima Ratus Silam
Budaya (me) rokok termasuk gelaja yang relatif baru di dunia Islam. Tak lama setelah Chirstopher Columbus dan penjelajah-penjelajah Spanyol lainnya mendapati kebiasaan bangsa Aztec ini pada 1500, rokok kemudian tersebar dengan cepatnya ke semenanjung Siberia dan daerah Mediterania. Dunia Islam, pada saat itu berada dui bawah kekhilafahan Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Setelah diketahui adanya sebagian orang Islam yang mulai terpengaruh dan mengikuti kebiasaan merokok, maka dipandang perlu oleh penguasa Islam saat itu untuk menetapkan hukum tentang merokok.
Pendekatan yang digunakan untuk menetapkan hukum merokok, adalah dengan melihat akibat yang nampak ditimbulkan oleh kebiasaan ini. Diketahui bahwa merokok menyebabkan bau nafas yang kurang sedap. Fakta ini kemudian dianalogkan dengan gejala serupa yang dijumpai pada masa Rasulullah Saw, yaitu larangan mendatangi masjid bagi orang-orang yang habis makan bawang putih/bawang merah mentah, karena bau tak sedap yang ditimbulkannya. Hadist mengenai hal ini diriwayatkan antara lain oleh Ibnu Umar, ra, dimana Nabi bersabda, “Siapa yang makan dari tanaman ini (bawang putih) maka jangan mendekat masjid kami” (HR Bukhari-Muslim).
Sebagaimana kita ketahu, di penghujung sholat setiap orang memberikan salam, yang bisa bertemu muka satu dengan yang lainnya. Dapat dibayangkan, betapa tidak nyamannya bila ucapan salam ke kanan-kiri itu menebarkan “wangi” bawang mentah! Berdasarkan analogi tersebut, para ulama Islam saat itu berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh (tercela).
Kini, Haram
Demikianlah hukum merokok yang sampai saat ini kita pahami, makruh. Lima ratus tahun berselang, fakta-fakta medis menunjukkan bahwa rokok tidak sekedar menyebabkan bau nafas tak sedap, tetapi juga berakibat negatif secara lebih luas pada kesehatan manusia.
Sebenarnya pengaruh buruk dari merokok terhadap kesehatan telah diperkirakan sejak awal abad XVII (Encyclopedia Americana, Smoking and Health, p.70 1989). Namun demikian, rupanya perlu waktu hingga 350 tahun untuk mengumpulkan bukti-bukti ilmiah yang cukup untuk meyakinkan dugaan-dugaan itu.
Kenaikan jumlah kematian akibat kanker paru-paru yang diamati pada awal abad XX telah menggelitik dimulainya penelitian-penelitian ilmiah tentang hubungan antara merkokok dan kesehatan. Sejalan dengan peningkatan pesat penggunaan tembakau, penelitian pun lebih dikembangkan, khususnya pada tahun-tahun 1950-an dan 1960-an.
Laporan penting tentang akibat merokok terhadap kesehatan dikeluarkan oleh The Surgeon General’s Advisory Committee on Smoking and Health di Amerika Serikat pada tahun 1964. Dua tahun sebelumnya The Royal College of Physician of London di Inggris telah pula mengeluarkan suatu laporan penelitian penting yang mengungkapkan bahwa merokok menyebabkan penyakit kanker paru-paru, bronkitis, serta berbagai penyakit lainnya.
Hingga tahun 1985 sudah lebih dari 30.000 paper tentang rokok dan kesehatan dipublikasikan. Sekarang ini tanpa ada keraguan sedikitpun disimpulkan bahwa merokok menyebabkan kanker paru-paru baik pada laki-laki maupun wanita. Diketahui juga bahwa kanker paru-paru adalah penyebab utama kematian akibat kanker pada manusia. Merokok juga dihubungkan dengan kanker mulut, tenggoroka, pankreas, ginjal, dan lain-lain.
Bukti-bukti ilmiah tentang pengaruh negatif rokok terhadap kesehatan yang telah diringkaskan di atas mengharuskan kita untuk meninjau kembali status hukum makruh merokok yang selama ini kita ketahui. Beberapa fakta berikut ini sangatlah relevan untuk dijadikan bahan perenungan dan pertimbangan, sebelum sebatang rokok lagi mulai anda “nikmati” :
1. Rokok menyebabkan kanker dan kanker menyebabkan kematian, maka merokok menyebabkan kematian. Hukum tentang perbuatan semacam ini secara terang dijelaskan dalam syariat Islam, antara lain ayat Al-Quran yang terjemahannya adalah: “…dan janganlah kamu membunuh jiwa…” (QS 6:151) 2. Tubuh kita pada dasarnya adalah amanah dari Allah yang harus dijaga. Mengkonsumsi barang-barang yang bersifat mengganggu fungsi raga dan akal (intoxicant) hukumnya haram, misalnya alkohol, ganja dan sebangsanya. Perhatikan firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib adalah kekejian, termasuk perbuatan setan.Jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu sukses” (QS 5:90). Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam sebuah hadist yang dikumpulkan oleh Muslim dan Abu Dawud, dimana Nabi Saw berkata, “Setiap yang mengganggu fungsi akal (intoxicant) adalah khamr dan setiap khamr adalah haram”. 3. Merokok hampir selalu menyebabkan gangguan pada orang lain. Asap rokok yang langsung diisapnya berakibat negatif tidak saja pada dirinya sendiri, tapi juga orang lain di sekitarnya. Asap rokok yang berasal dari ujung puntung maupun yang dikeluarkan kembali dari mulut dan hidung si perokok, menjadi “jatah” orang-orang disekelilingnya. Ini yang disebut passive smoking atau sidestream smoking yang berakibat sama saja denan mainstream smoking. Berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya (mudharat) bagi diri sendiri apalagi orang lain, adalah hal yang terlarang menurut syariat. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Laa dharar wa laa dhiraar”. 4. Harta yang kita miliki tidaklah pantas untuk dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaa, misalnya dengan membakarnya menjadi abu dan asap rokok. Tegakah kita melihat selembar uang berwajah kartini dibakar setiap minggunya? Perhatikan ayat-ayat Alquran sebagai berikut: “…dan janganlah menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sungguh para pemboros adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar pada Tuhannya” (QS 17: 26-27). Sungguh ayat ini adalah suatu deskripsi yan sangat serius
Kesimpulan
Uraian singkat di atas cukuplah kiranya membuktikan bahwa kebiasaan merokok merupakan suatu perbuatan yang terlarang menurut ajaran Islam. Merokok tidak saja memberikan mudharat bagi pelakunya, tetapi juga bagi orang-orang lain di sekitarnya. Merokok tidak dapat memberikan manfaat apapun bagi pelakunya, sehingga membelanjakan harta untuk rokok termasuk dalam kategori pemborosan (tabdzir) yang sangat dicela oleh Islam.
Perlu ditegaskan di sini bahwa Islam pada dasarnya adalah suatu sistem yang membangun, bukan yang menghancurkan. Islam tidak datang untuk menghancurkan kebudayaan, moral maupun kebiasan-kebiasaan umat manusia, tetapi ia datang untuk memperbaiki kondisi umat manusia. Dengan demikian segala sesuatunya dilihat dari persepektif kesejahteraan umat manusia, apa yang merugikan dihilangkan dan apa yang bermanfaat dikonfirmasikan. Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Islam adalah suatu sistem yang:
“..menyuruh mengerjakan ma’ruf dan melarang perbuatan mungkar, dan menghalalkan segala cara yang baik dan mengharamkan segala yang buruk…” (QS. 7:157).
Mudah-mudahan kita sekalian diberi kekuatan untuk selalu melakukan apa yang diperintahkan Allah SWT dan RasulNya, dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya.
Wallahu a’lam
Penulis adalah auditor LPPOM MUI, Direktur APN dan Staf Dosen Jurusan Teknologi Industri-FATETA, IPB.
Sumber: Jurnal Halal No. 5 / I / Mei - Juni 1995
Biaya Sosial
Akibat Merokok
(Majalah Tarbawi, Edisi 104 Th. 7/Shafar 1426H/17 Maret 2005)
Oleh Tulus Abadi, SH
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Komnas PMM
Penerima Tobacco Control Fellowship Programs, Bangkok 2003
Masyarakat DKI Jakarta dibuat kaget, bukan oleh serangan wabah DBD, bukan pula serangan teroris; tetapi oleh rokok. Pasalnya Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso melansir kebijakan baru bertajuk larangan merokok di tempat umum. Yang membuat publik kaget, bukan karena larangannya, tetapi lebih karena hukumannya yang setinggi langit, Rp. 50 juta dan kurungan 6 bulan.
Keterkejutan publik, secara sosiologis layak dipahami. Alasannya, hingga detik ini, bahaya rokok di Indonesia masih menjadi “isu pinggiran”. Pemerintah, dan bahkan tokoh masyarakat (seperti ulama) juga masih setali tiga uang. Paling banter ulama di Indonesia hanya memberikan fatwa merokok makruh hukumnya. Berbeda dengan jumhur ulama di berbagai negara di Timur Tengah, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam; yang memfatwakan bahwa merokok haram hukumnya. Ulama terkenal Syeikh Yusus Qordhowi termasuk ulama yang mengharamkan merokok (baca Fatwa-Fatwa Kontemporer).
Mungkin masyarakat sudah mengerti bahayanya, karena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan ganguan kehamilan dan janin.
Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi, lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membutikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu, adalah tar, karbon monoksida (CO), dan nikotin.
Akibatnya, berbagai penyakit kanker pun mengintai, seperti : kanker paru – 90% kanker paru pada laki-laki disebabkan rokok, dan 70% untuk perempuan, kanker mulut, kanker bibir, asma, kanker leher rahim, jantung koroner, darah tinggi, stroke, kanker darah, kanker hati, bronchitis, kematian mendadak pada bayi, bahaya rusaknya kesuburan bagi wanita dan impotensi bagi kaum pria. Kurang apalagi?
Begitu kompleksnya, tidak heran jika menurut estimasi WHO, pada 2020 dampak tembakau di negara maju mulai menurun. Pada 1996 mencapai 32%, namun pada 2001 hanya 28%. Namun, di negara-negara berkembang trend konsumsi tembakau malah mengalami kenaikan, yaitu 68% pada 1996, menjadi 72% pada 2001. Wjar, jika hampir 50% (sekitar 4,2 juta jiwa) kematian akibat tembakau pada 2020 terjadi di wilayah Asia, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia.
Dampak bahaya rokok memang antik dan klasik. Tidak ada orang mati mendadak karena merokok. Dampaknya tidak instant, beda dengan minuman keras dan narkoba. Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan.
Anehnya pula, dampak asap rokok bukan hanya untuk di si perokok aktif (active smoker) saja. Ia pun punya dampak sangat serius bagi perokok pasif (passive smoker). Orang yang tidak merokok (passive smoker), tetapi terpapar asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang dihembuskna pada asap rokok oleh si perokok. Sangat tidak adil; tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat.
Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok semau gue, WHO mencanangkan program “Kawasan Tanpa Rokok” (KTR) di tempat-tempat umum. Progam seperti ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di ASEAN; Singapura, Malaysia bahkan Vietnam. Di Malaysia, organ merokok di tempat umum didenda 500 ringgit, di Bankok didenda 2.000 baht.
Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak mendapatkan dukungan publik. Hanya, yang perlu dipertanyakan adalah, selain besarnya denda, juga bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Sebab, berbagai hal kasat mata dan lebih konkrit dampaknya (banjir, sampah, dan kemacetan) hingga kini tidak pernah beres, apalagi masalah rokok?
Kebijakan KTR yang digagas oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang pertama kali. Peraturan Pemerintah No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yang kemudian diubah menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu mengatur tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, Tetapi, sialnya, PP tersebut tidak bisa memberikan sanksi. PP tersebut malah memerintahkan agar setiap Pemda di Indonesia membuat aturan tersendiri tentang KTR (Perda).
Apalagi WHO sekarang sudah menerapkan konvensi bernama FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Saat ini, FCTC sudah ditandatangani oleh lebih dari 160 negara anggota WHO, dan lebih dari 40 negara telah meratifikasinya, Sekarang FCTC sudah menjadi hukum internasional. Sayangnya, Pemerintah Indonesia, sebagai salah satu pengagas dan legal drafter, hingga batas akhir juni 2004, tidak menandatangani FCTC!
FCTC, selain mengatur soal larangan merokok di tempat umum, setiap Pemerintah bahkan “dibimbing” untuk menanggulangi dampak tembakau secara elegan, dan komprehensif. Misalnya menaikan cukai rokok, larangan iklan di media massa dan promosi dan larangan penyeludpan (smuggling).
Menaikan cukai rokok, merupakan instrumen penting, selain untuk membatasi segmentasi perokok, juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Tapi sungguh ironis, mayoritas perokok di Indonesia adalah orang miskin. Menurut survei Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya untuk rokok. Betapa besar manfaatnya, jika dana itu digunakan untuk kesehatan, pangan, atau pendidikan.
Rokok memang memberikan kontribusi signifikan, berupa cukai, bayangkan, tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp. 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sektor pertanian dan tenaga kerja. Namun, itu semua sebenarnya hanya ilusi belaka. Sebagai contoh, jika Pemerintah mendapatkan Rp. 27 trilyun, berapa sebenarnya biaya kesehatan yang ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat? Menurut data di berbagai negara, dan juga Indonesia , biaya kesehatan yang ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat sebesar 3 kali lipat dari cukai yang didapatkan. Jadi, kalau cukainya Rp. 27 trilyun maka biaya kesehatannya sebesar Rp. 81 trilyun (alias defisit).
Cepat atau lambat, Pemerintah harus mengambil kebijakan konkrit dan komprehensif untuk penangulangan bahaya rokok. Jika tidak, bukan hal yang mustahil berbagai penyakit yand diakibatkan rokok akan menjadi wabah membahayakan lebih besar dari wabah HIV/AIDS. Jangan “menggadaikan” kesehatan anak bangsa, hanya karena takut kehilangan Rp. 27 trilyun, yang sebenarnya hanya ilusi dan jebakan maut belaka.”
(SELESAI NUKILAN DARI ARTIKEL ‘BIAYA SOSIAL AKIBAT MEROKOK’
Setelah mencermati kedua artikel di atas, berikut ini saya nukilkan fatwa-fatwa para ‘ulama’ kita tentang HUKUM ROKOK ini. Sebelumnya perlu antum ketahui, bahwa
KEBENARAN ITU KADANGKALA PAHIT;
NAMUN BILA KITA BELUM BISA MEMATUHINYA, MAKA TERIMALAH KEBENARAN ITU DAHULU
1. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rohimahulloh
ImageMerokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i’tibar (logika) yang benar. Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195).
Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu. Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat di atas adalah merokok termasuk perbuatan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan.
Sedangkan dalil dari As-Sunah adalah hadis shahih dari Rasulullah saw. bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat, bahkan pengalokasian harta kepada hal-hal yang mengandung kemudharatan.
Dalil yang lain, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340).
Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal, ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.
Adapun dalil dari i’tibar (logika) yang benar yang menunjukkan keharaman rokok adalah karena dengan perbuatan itu perokok mencampakkan dirinya ke dalam hal yang menimbukan bahaya, rasa cemas, dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentu tidak rela hal itu terjadi pada dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisinya, dan demikian sesaknya dada si perokok bila tidak menghisapnya. Alangkah berat ia melakukan puasa dan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu menghalagi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang saleh karena tidak mungkin mereka membiarkan asap rokok mengepul di hadapan mereka. Karena itu, Anda akan melihat perokok demikian tidak karuan bila duduk dan berinteraksi dengan orang-orang saleh.
Semua i’tibar itu menunjukkan bahwa merokok hukumnya diharamkan. Karena itu, nasehat saya untuk saudara-saudara kaum muslimin yang masih didera oleh kebiasaan menghisap rokok agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya. Sebab, di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah, mengharap pahala dari-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkan hal tersebut.
Jawaban Atas Berbagai Bantahan
Jika ada orang yang berkilah, “Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam kitabullah ataupun sunah Rasulullah saw. perihal haramnya rokok.”
Maka, jawaban atas penyataan ini adalah bahwa nash-nash Alquran dan sunah terdiri dari dua jenis; 1. Jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah yang mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga hari kiamat. 2. Jenis yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada suatu itu sendiri secara langsung.
Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Alquran dan dua hadis yang kami sebutkan di atas yang menunjukkan keharaman merokok secara umum meskipun tidak diarahkan secara langsung kepadanya.
Sedangkan untuk jenis kedua, adalah seperti fiman Allah (yang artinya), “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (dagig hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (Al-Maidah: 3).
Dan firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90).
Jadi, baik nash-nash itu termasuk jenis pertama atau kedua, ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pengambilan dalil mengindikasikan hal itu.
Sumber: Program Nur ‘alad Darb, dari Fatwa Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, dari kitab Fatwa-Fatwa Terkini 2.
2. Syaikh Muhammad bin Ibrahim rohimahulloh
Rokok haram karena di dalamnya ada racun. Al-Qur’an menyatakan, “Dihalalkan atas mereka apa-apa yang baik, dan diharamkan atas mereka apa-apa yang buruk (kotoran).” (al-A’raf: 157). Rasulullah juga melarang setiap yang memabukkan dan melemahkan, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dan Abu Dawud dari Ummu Salamah ra. Merokok juga termasuk melakukan pemborosan yang tidak bermanfaat. Selanjutnya, rokok dan bau mulut perokok bisa mengganggu orang lain, termasuk pada jamaah shalat.
3. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rohimahulloh
Rokok haram karena melemahkan dan memabukkan. Dalil nash tentang benda memabukkan sudah cukup jelas. Hanya saja, penjelasan tentang mabuk itu sendiri perlu penyesuaian.
4. Ulama Mesir, Syria, Saudi
Rokok haram alias terlarang, dengan alasan membahayakan. Di antara yang mendukung dalil ini adalah Syaikh Ahmad as-Sunhawy al-Bahuty al-Anjalaby dan Syaikh Al-Malakiyah Ibrahim al-Qaani dari Mesir, An-Najm al-Gazy al-Amiry as-Syafi’i dari Syria, dan ulama Mekkah Abdul Malik al-Ashami.
5. Dr Yusuf Qardhawi yahdi wa hafidzohulloh
Rokok haram karena membahayakan. Demikian disebut dalam bukunya ‘Halal & Haram dalam Islam’. Menurutnya, tidak boleh seseorang membuat bahaya dan membalas bahaya, sebagaimana sabda Nabi yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah. Qardhawi menambahkan, selain berbahaya, rokok juga mengajak penikmatnya untuk buang-buang waktu dan harta. Padahal lebih baik harta itu digunakan untuk yang lebih berguna, atau diinfaqkan bila memang keluarganya tidak membutuhkan.
6. SyariahOnline.com
Keharaman rokok tidaklah berdasarkan sebuah larangan yang disebutkan secara ekplisit dalam nash Al-Quran Al-Kariem atau pun As-Sunnah An-Nabawiyah.
Keharaman rokok itu disimpulkan oleh para ulama di masa ini setelah dipastikannya temuan bahwa setiap batang rokok itu mengandung lebih dari 4000 jenis racun berbahaya.
Dan karena racun itu merusak tubuh manusia yang sebenarnya amanat Allah SWT untuk dijaga dan diperlihara, maka merokok itu termasuk melanggar amanat itu dan merusak larangan.
Namun banyak orang yang menganggap hal itu terlalu mengada-ada, sebab buktinya ada jutaan orang di muka bumi ini yang setiap hari merokok dan buktinya mereka masih bernafas alias tidak langsung mati seketika itu juga.
Karena itulah kita masih menemukan rokok di sekeliling kita dan ternyata pabrik rokokpun tetap berdiri tegar. Bahkan mampu memberikan masukan buat pemerintah dengan pajaknya. Sehingga tidak pernah muncul keinginan baik dari pembuat hukum untuk melarang rokok.
Ini adalah salah satu ciri ketertinggalan informasi dari masyarakat kita. Dan di negeri yang sudah maju informasinya, merupakan bentuk ketidak-konsekuenan atas fakta ilmu pengetahuan. Dan kedua jenis masyarakat ini memang sama-sama tidak tahu apa yang terbaik buat mereka. Misalnya di barat yang konon sudah maju informasinya dan ipteknya, masih saja ada orang yang minum khamar. Meski ada larangan buat pengemudi, anak-anak dan aturan tidak boleh menjual khamar kepada anak di bawah umur. Tapi paling tidak, sudah ada sedikit kesadaran bahwa khamar itu berbahaya. Hanya saja antisipasinya masih terlalu seadanya.
Sedangkan dalam hukum Islam, ketika sudah dipastikan bahwa sesuatu itu membahayakan kesehatan, maka mengkonsumsinya lantas diharamkan. Inilah bentuk ketegasan hukum Islam yang sudah menjadi ciri khas. Maka khamar itu tetap haram meski hanya seteguk ditelan untuk sebuah malam yang dingin menusuk.
Demikian pula para ulama ketika menyadari keberadan 4000-an racun dalam batang rokok dan mengetahui akitab-akibat yang diderita para perokok, mereka pun sepakat untuk mengharamkannya. Sayangnya, umat Islam masih saja menganggap selama tidak ada ayat yang tegas atau hadits yang eksplisit yang mengharamkan rokok, maka mereka masih menganggap rokok itu halal, atau minimal makruh.
7. Ustadz Ahmad Sarwat Lc, Konsultasi eramuslim.com
Awalnya belum ada ulama yang mengharamkan rokok, kecuali hanya memakruhkan. Dasar pemakruhannya pun sangat berbeda dengan dasar pengharamannya di masa sekarang ini.
Dahulu para ulama hanya memandang bahwa orang yang merokok itu mulutnya berbau kurang sedap. Sehingga mengganggu orang lain dalam pergaulan. Sehingga kurang disukai dan dikatakan hukumnya makruh.
Sebagian kiyai di negeri kita yang punya hobi menyedot asap rokok, kalau ditanyakan tentang hukum rokok, akan menjawab bahwa rokok itu tidak haram, tetapi hanya makruh saja.
Mengapa mereka memandang demikian?
Karena literatur mereka adalah literatur klasik, ditulis beberapa ratus tahun yang lalu, di mana pengetahuan manusia tentang bahaya nikotin dan zat-zat beracun di dalam sebatang rokok masih belum nyata terlihat. Tidak ada fakta dan penelitian di masa lalu tentang bahaya sebatang rokok.
Maka hukum rokok hanya sekedar makruh lantaran membuat mulut berbau kurang sedang serta mengganggu pergaulan.
Penelitian Terbaru
Seandainya para kiyai itu tidak hanya terpaku pada naskah lama dan mengikuti rekan-rekan mereka di berbagai negeri Islam yang sudah maju, tentu pandangan mereka akan berubah 180 derajat.
Apalagi bila mereka membaca penelitian terbaru tentang 200-an racun yang berbahaya yang terdapat dalam sebatang rokok, pastilah mereka akan bergidik. Dan pastilah mereka akan setuju bahwa rokok itu memberikan madharat yang sangat besar, bahkan teramat besar.
Pastilah mereka akan menerima bahwa hukum rokok itu bukan sekedar makruh lantaran mengakibatkan bau mulut, tapi mereka akan sepakat mengatakan bahwa rokok itu haram, lantaran merupakan benda mematikan yang telah merenggut jutaan nyawa manusia. Prosentase kematian disebabkan rokok adalah lebih tinggi dibandingkan karena perang dan kecelakaan lalulintas.
Badan kesehatan dunia WHO menyebutkan bahwa di Amerika, sekitar 346 ribu orang meninggal tiap tahun dikarenakan rokok. Dan tidak kurang dari 90% dari 660 orang yang terkena penyakit kanker di salah satu rumah sakit Sanghai Cina adalah disebabkan rokok.
Penelitian juga menyebutkan bahwa 20 batang rokok per hari akan menyebabkan berkurangnya 15% hemoglobin, yakni zat asasi pembentuk darah merah.
Seandainya para kiyai mengetahui penelitian terakhir bahwa rokok mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen dan setidaknya 200 di antaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan, pastilah pandangan mereka akan berubah.
Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbon monoksida. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.
Efek racun pada rokok ini membuat pengisap asap rokok mengalami resiko14 kali lebih bersar terkena kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan dari pada mereka yang tidak menghisapnya.
Penghisap rokok juga punya kemungkinan4 kali lebh besar untuk terkena kanker esophagus dari mereka yang tidak menghisapnya.
Penghisap rokok juga beresiko 2 kali lebih besar terkena serangan jantung dari pada mereka yang tidak menghisapnya.
Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung serta tekanan darah tinggi. Menggunakan rokok dengan kadar nikotin rendah tidak akan membantu, karena untuk mengikuti kebutuhan akan zat adiktif itu, perokok cenderung menyedot asap rokok secara lebih keras, lebih dalam, dan lebih lama.
Tidak ada satu pun orang yang bisa menyangkal semua fakta di atas, karena merupakan hasil penelitian ilmiyah. Bahkan perusahaan rokok poun mengiyakan hal tersebut, dan menuliskan pada kemasannya kalimat berikut:
MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGUGAN KEHAMILAN DAN JANIN.
Kalau produsen rokok sendiri sudah menyatakan bahaya produknya berbahaya dan mendatangkan penyakit, bagaimana mungkin konsumen masih mau mengingkarinya? Sumber: http://www.halalguide.info/content/view/338/38/
Subhanakallohumma wa bihamdika, asyhadu an-laa ilaaha illa anta,
Wa astaghfiruka wa atuubu ilaika
Wa-akhiru da’wana, walhamdulillahi robbil ‘aalamin
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:53 pm
TRADISI MASYARAKAT ISLAM
YANG BERSUMBER DARI AJARAN AGAMA HINDU
Oleh Abdul Aziz
Muallaf dari agama Hindu
asal Blitar
masuk Islam tahun 1994
(catatan: pemberian kata yang digaris bawah [ ] merupakan hasil editing agar mudah dipahami)
Banyak upacara adat yang menjadi tradisi di beberapa lingkungan masyarakat Islam yang sebenarnya tidak diajarkan dalam Islam. Tradisi tersebut ternyata bukan bersumber dari agama Islam, tetapi bersumber dari agama Hindu. Agar lebih jelasnya dan agar umat Islam tidak tersesat, marilah kita telah secara singkat hal-hal yang seolah-olah bermuatan Islam tetapi sebenarnya bersumber dari agama Hindu.
1. Tentang Selamatan yang Biasa Disebut GENDURI [Kenduri atau Kenduren]
Genduri merupakan upacara ajaran Hindu. [Masalah ini] terdapat pada kitab sama weda hal. 373 (no.10) yang berbunyi “Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”. Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan.
“Sloka prastias mai pipisatewikwani widuse bahra aranggaymaya jekmayipatsiyada duweni narah”. [Hal ini] bertentangan dengan
Artinya:”Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.” (QS. Adz-Dzariyat [51]:57)
Juga terdapat pada kitab siwa sasana hal. 46 bab ‘Panca maha yatnya’. Juga terdapat pada Upadesa hal. 34, yang isinya:
a. Dewa Yatnya [selamatan]
Yaitu korban suci yang [secara] tulus ikhlas ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dengan jalan bakti sujud memuji, serta menurut apa yang diperintahkan-Nya (tirta yatra) metri bopo pertiwi.
b. Pitra Yatnya
Yaitu korban suci kepada leluhur (pengeling-eling) dengan memuji [yang ada] di akhirat supaya memberi pertolongan kepada yang masih hidup.
c. Manusia Yatnya
Yaitu korban [yang] diperuntukan kepada keturunan atau sesama supaya hidup damai dan tentram.
d. Resi Yatnya
Yaitu korban suci [yang] diperuntukan kepada guru atas jasa ilmu yang diberikan (danyangan).
e. Buta Yatnya
Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada semua makhluk yang kelihatan maupun tidak, untuk kemulyaan dunia ini (unggahan).
[Hal ini] bertentangan dengan
Artinya:”Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.(QS. Al-Baqoroh[2]:170)
[Lihat juga QS. Al-Maidah[5]:104, Az-Zukhruf [43]:22)
Tujuan dari yang [disebutkan] di atas merupakan usaha untuk meletakkan diri pada keseimbangan dalam hubungan diri pribadi dengan segala ciptaan Tuhan, [serta] untuk membantu kesucian/penghapus dosa.
[Hal ini] bertentangan dengan
Artinya;”Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (QS. Az-Zumar [39]:2). Periksa juga surat 18: 110, 39: 65, 16: 36, 7: 59,65,73,85, 4: 116, 6: 88, 17: 39.
2. Tentang Sesajen
“Makiyadi sandyan malingga renbebanten kesaraban kerahupan dinamet deninhuan keletikaneng rinubebarening………..”
Sesajen tujuannya memberi makan leluhur pada waktu hari tertentu atau dilakukan pada setiap hari. [Dilakukan] untuk memberikan keselamatan kepada yang masih hidup, juga persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan sinar suci kepada para Dewa. Karena pemujaan tersebut dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan, bagi mereka yang masih menginginkan kehidupan [dan] hasil/rezeki di dunia akan mengadakan pemujaan dan persembahan ke hadapan para Dewa. [Hal ini] juga terdapat pada kitab Bagawatgita hal. 7 no. 22, yang artinya “Diberkati dengan kepercayaan itu, dia mencari penyebab apa yang dicita-citakan”.
[Masalah ini] bertentangan dengan
Artinya:”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.”(QS. Yunus [10]:106) Periksa juga surat Ghofir: 60.
3. Tentang Wanita Hamil
Selama bayi dalam kandungan dibuatkan tumpeng selamatan (telonan, tingkepan). [Hal ini] terdapat dalam kitab Upadesa hal. 46. Dan setelah bayi lahir, ari-ari[nya] terlebih dahulu dibersihkan dan dicampurkan dengan bunga, dan kemudian dimasukkan dalam kelapa/kendil untuk kemudian ditanam. Bila perempuan di kiri pintu, bila laki-laki di kanan pintu dan diadakan genduri (sepasar, selapan, telonan, dst)
Tentang bunga:
Putih : Dewa Brahma
Merah : Dewa Wisnu
Kuning : Dewa Syiwa
4. Tentang Penyembelihan Kurban
Penyembelihan kurban untuk orang mati pada hari naasnya (hari 1,7,4,….1000) [terdapat] pada kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39 yang berbunyi “Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.” (Mewedha, yasinan, tahlilan)
Bertentangan dengan
Artinya:”Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.An-Al’aam [6]: 162). Lihat juga 27: 80, dan 35: 22
5. Tentang Kuade/Kembar Mayang
Kuade merupakan hasil karya dan sebagai simbol pada manusia atas kemurahan para Dewa-Dewa. Sedang kembar mayang sebagai penolak balak dan lambang kemakmuran.
Kita harus yakin atas pertolongan Alloh Subhanahu wa Ta’ala
Artinya:”Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ali Imron [3]: 160)
Sesuai perintah Alloh [mengenai] jalan keselamatan
Artinya:”Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS.Al-Isro’[17]: 15). Periksa juga 39: 55
6. Tentang Mendirikan Rumah
Pada dasarnya rumah yang baru lulus [selesai dibangun], melakukan [hal-hal] sebagai berikut:
a. Membuat carang pendoman (takir)
b. Peralatan jangga wari (tikar, kasur, bantal, sisir, cermin)
7. Tentang Hari/Saptawara [berkaitan dengan mencari rezeki]
Minggu Raditya 5 [arah Timur]
Senin Soma 4 [arah Utara]
Selasa Anggoro 3 [arah Barat Daya]
Rabu Buda 7 [arah Barat]
Kamis Respati 8 [arah Tenggara]
Jum’at Sukra 6 [arah Timur Laut]
Sabtu Sanescara 9 [arah Selatan]
Palawara hari:
Tumanes Legi 5
Pahing 9
Pon 7
Wage 4
Kliwon 8
8. Tentang Pujian [yakni yang dilakukan sesudah adzan untuk menunggu iqomat]
Terdapat pada kitab Rig Weda hal. 10 :”Tunja tunji ya utari stoma indrastya wajrinah nawidhi asia sustutim” Artinya: ‘Makin tinggilah pujian kami dalam nyanyian kepada Dewa Indra Yang Perkasa’.
[Hal ini] bertentangan dengan
Artinya:”Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’roof[7]: 205). Periksa juga 7: 55, 19: 1,2,3
DIKUTIP DARI : TIM PENYUSUN DAN PENELITI NASKAH BUKU - DIREKTORAT JENDERAL BIMBINGAN HINDU DAN BUDHA
- Roh itu bertingkat kedudukannya, berfungsi menunjang kelestarian alam dan kita yang masih hidup
- Menunjang kehidupan roh tersebut
- Meningkatkan kedudukan roh walau di alam Dewata, agar akhirnya manunggal dengan Brahma dan agar tidak terlahir lagi dalam bumi [reinkarnasi]
- Bahwa amerta adalah santapan yang diperlukan untuk kelestarian para dewa dan roh dewa dan roh suci lainnya. Dan apabila kita berhasil mempersembahkan amerta itu ke hadapan para dewa, maka sebagai imbalan, roh tersebut yang ada hubungannya dengan kita diampuni dan dibebaskan serta berhak mendapat tempat yang lebih tinggi
- Bahan baku amerta ialah makanan, minuman serta sari rasa yang sedap. Inilah yang dibutuhkan makhluk itu
- Dengan memenuhi persyaratan, kita bisa memohon amerta untuk kepentingan pribadi maupun dewa dan roh yang lain. Dengan mengorbankan makanan [dan] minuman tertentu dapat dijadikan bahan dasar permohonan. Semakin banyak persembahan atau kurban akan semakin baik. Dan amerta semakin banyak, akhirnya roh pemohon bersama dengan bahan [menyebar] ke alam sekitar melalui suara dengan pemujaan, genta, dan asap dupa.
- Slametan memberikan kekuatan hidup para dewa, memberikan ampunan kepada roh yang berdosa, [dan] dapat memberikan kesucian pada roh yang sudah diampuni dosanya.
- Akan tetapi kalau tidak, slametanasura akan bebas mengganggu manusia. Banyak orang sakit, kesurupan, roh orang yang baru meninggal mengikuti sanak keluarga
- Para dewa akan puas kalau [diadakan] genduri. Sesaji roh suci itu pun akan sering turun ke bumi sebagai tamu luhur bagi masyarakat pemuja sekaligus menurunkan berkah subur makmur panen berlimpah. Dewa akan turun keseluruhan dengan berpasangan, menyantap genduri [dan] sesajen yang dipersembahkan.
Subhanakallohumma wa bihamdihi, asyhadu an laa ilaaha illa anta, wa astaghfiruka wa atuubu ilaika Wa akhiru da’wana, walhamdulillahirobbil ‘alamin
By: Yayasan al-Qolam, Bekasi on April 14, 2008 at 1:53 pm
Assalamu ‘alaikum Wr.Wb.
saya sangat terkesan sekali dengan metode dakwah yang di bawakan oleh team redaksi. ane ingin berlangganan majalah gerimis,bagaimana caranya? Syuqron…Jazakumullah khoiron katsiro.
Salam Dakwah.Allahu Akbar..!!!!
By: ahmad abdul wahab on April 19, 2008 at 5:49 pm
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Segala Puja serta puji hanya milik Alloh Rabb semesta alam, yang menurunkan Al-Qur’an yang mulia sebagai Hujjah (petunjuk) dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia, semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam sebagai utusan Alloh dan manusia sempurna rohani dan akalnya, tinggi kedudukannya, mulia budi pekerti dan akhlaknya sehingga ucapan dan tindakan beliau menjadi panutan dan suri tauladan.
“ Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabulloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu’ Alaihi wa Sallam, seburuk-buruk perkara adalah “ Muhdatsaat “ (Hal baru dalam agama yang diadakan tanpa ada petunjuk sebelumnya dari Alloh atau Nabi), dan setiap “ Muhdatsaat “ adalah Bid’ah, setiap Bid’ah adalah kesesatan sedang setiap kesesatan berakhir ke Naar (Neraka) “. (Shohih, Muslih III: 11). Amma Ba’du.
Pada kesempatan ini kami akan membahas persoalan yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin yakni : A. Nasehat untuk setiap Ayah B. Nasehat untuk kaum muslimin yakni tentang zina C. Nasehat bagi para muslimah tentang cadar (hijab) Selamat menyimak pembahasan yang akan kami sajikan bagi anda semoga bermanfaat
A. Nasehat untuk setiap Ayah, sesungguhnya Alloh telah mengamanahkan kepadamu putra-putrimu. Dia telah mempercayakan kepadamu pendidikan dan pengasuhan mereka. Engkau adalah kunci penentu kebahagiaan atau kesengsaraan mereka. Alloh Azza wa Jalla telah menitipkannya kepadamu dalam keadaan fitrah, sebagaimana Rasululloh Muhammad Ibnu Abdillah bersabda: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), (HR. Bukhari). Dalam rangka melaksanakan kewajiban nasihat terhadap sesame muslim kami haturkan kepada anda beberapa butir nasihat berikut : 1. Didiklah anak-anak anda untuk melaksanakan shalat yang lima waktu ketika usia mereka menginjak 7 tahun, sebab sholat adalah tiang agama. 2. Ajarkanlah kepada mereka hokum-hukum Islam dan adab-adabnya. 3. khusus untuk anak-anak putri, biasakanlah kepada mereka berbusana muslimah yaitu busana yang menutupi tubuh mereka termasuk wajah/muka (cadar) dan kedua telapak tangan. Ini adalah pakaian yang merupakan cirri khas seorang muslimah dan perintah Alloh Azza wa Jalla kepada setiap muslimah. Sebagaimana firman Alloh dalam (QS. Al-Ahzab (33) : 59). Adapun syarat-syarat busana muslimah tersebut ialah; (1) menutupi selauruh tubuh termasuk wajah/muka (cadar) dan telapak tangan, (2) bukan berfunsgi sebagai perhiasan, (3) kainnya harus tebal (tidak tipis), (4) harus longgar (tidak ketat) sehingga tidak menggambarkan sesuatu bagian (lekukan) dari tubuhnya, (5) tidak diberi wewangian atau parfum, (6) tidak menyerupai pakaian laki-laki, (7) tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir. 4. Wahai para ayah …. Perhatikanlah teman-teman bergaul mereka dan jangan sampai mereka bersahabat kecuali dengan teman-teman yang sholih. Khusus untuk anak-anak putri janganlah mereka sampai berteman kecuali dengan teman-teman putri-putri yang sholihah. Sungguh tidak sedikit kita lihat ditengah-tengah kita anak-anak dari keluarga yang baik-baik namun akhirnya menjadi rusak karena salah pergaulan. Waspadailah wahai para ayah, jangan sampai putri-putri pacaran karena pacaran itu sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Ia adalah budaya barat yang telah merusak ketengah-tengah umat Islam. Rasululloh Shalallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda : Barangsiapa yang beriman pada Alloh dan hari akhir maka janganlah sekali-kali berduaan (kholwat) dengan wanita tanpa disertai mahramnya karena sesungguhnya syaithan adalah pihak ketiganya”. (HR. Ahmad). Beliau juga bersabda : “ Jangan sampai seseorang diantara kalian berduaan dengan wanita kecuali dengan mahramnya “. ( HR. Bukhari dan Muslim). Sesungguhnya Islam sangat memuliakan wanita. Islam menganggap wanita adalah kehormatan yang harus dipelihara dan makhluk lemah yang wajib dilindungi. Islam tidak menghalalkan wanita pergi berduaan dengan laki-laki yang bukan maharamnya karena syaithan menjadi pihak ketiganya. Wahai para ayah …. Jika engaku mencintai putrid-putrimu maka hendaklah engkau memikirkan keselamatan mereka, tidak hanya keselamatan di dunia saja tapi justru yang lebih penting itu adalah keselamatan di akhirat. Firman Alloh : Hai Orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu menggerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim (66) : 6). Juga Rasululloh bersabda : “Ada dua golongan di antara wanita yang berpakaian namun seperti telanjang, mereka tidak akan masuk syurga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya syurga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim) Wahai para ayah……jagalah putri-putrimu yang ia adalah amanat dari Alloh kepadamu, didiklah mereka dengan adab-adab Islam, tanamkanlah pada mereka rasa malu dan ‘iffah (menjaga kesucian) karena rasa malu itu adalah perhiasan termahal bagi wanita, hindarkanlah meeka dari gaul bebas yang merusak, jauhkanlah mereka dari media massa yang akan menebarkan pornografi dan kerendahan akhlak….niscaya kebahagiaan dunia dan akhirat akan selalu menyertaimu dan putra-putrimu.
B. Nasehat untuk kaum muslim yakni tentang Zina, zina adalah dosa besar dan perbuatan keji. Pelakunya diancam oleh Alloh Azza wa Jalla dengan hukuman di dunia, alam barzakh dan akhirat. Hukuman di dunia : 1. Jika pelakunya masih bujang, maka ia didera seratus kali dan jika pernah menikah maka ia dirajam (dilempari batu) sampai mati. 2. Dikhawatirkan tercabutnya keimanan. Nabi Shalallahu’ Alahi wa Sallam bersabda : “ Tidaklah beriman orang berzina ketika ia berzina”. (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun hukuman di alam kubur. Rasululloh pernah di datangi oleh malaikat Jibril dan Mikail, lalu keduanya mengajak pergi. Beliau Shalallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda : “ Maka kami mendatangi sebuah tungku besar besar yang atasnya sempit dan bawahnya luas, di dalamnya terdengar suara-suara (teriakan). Maka kami melihat kedalamnya ternyata disitu ada beberapa orang laki-laki dan perempuan yang telanjang. Tiba-tiba datang nyala api dari arah bawah mereka. Jika nyala api terseabut datang maka mereka pun berteriak-teriak (karena panas yang sangat), maka aku bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Jibril ? Jibril menjawab “ Mereka adalah para penzina laki-laki dan perempuan, beginilah adzab untuk mereka untuik sampai hari kiamat “. (HR. Bukhari, dalam sebuah hadits yang panjang).
Adapun hukuman di akhirat nanti, dibakar dalam api neraka yang panasnya 70x lipat dari panasnya api dunia. Syariat Islam tidak hanya mengharamkan zina, tetapi mengharamkan apa saja yang mendekatkan sesorang kepada zina, seperti:
1. Keluarnya seorang wanita tanpa menutup seluruh auratnya, dengan pakaian yang terbuka, terkuak, ketat atau tipis. Ini semua diharamkan dan termasuk dosa besar. 2. Memandang wanita yang bukan mahram tanpa keterpaksaan. Juga memandang gambar-gambar wanita di majalah, tabloid, handphone dan tv. Barangsiapa yang meninggalkannya karena Alloh Azza wa Jalla, maka akan diganti dengan manisnya iman yang ia rasakan dalam hatinya. 3. Mendengarkan dan memandang penyanyi, apalagi jika musik dan isinya tentang cumbu rayu, dsb. 4. Pergaulan bebas. Banyak perzinahan terjadi karena ikhtilat dan keakraban di kantor, kampus, sekolah, madrasah, atau di tempat-tempat lain. 5. Khalwat (berduaan) antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang bukan mahramnya. “ Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya melainkan syaithan sebagai pihak ketiganya “. (HR. Ahmad). 6. Pacaran. Ini merupakan pintu zina yang besar sekali.
Semua itu sudah Alloh Azza wa Jalla haramkan dalam satu ayat, “ Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuata yang keji. Dan suatu jalan yang buruk “. (QS. 17:32). Alloh Azza wa Jalla telah menjelaskan bahwa diantara sifat-sifat orang Mu’min yang beruntung (akan mendapatkatkan kebaikan dunia dan akhirat) adalah seorang yang menjaga kemaluannya dari apa saja yang diharamkan oleh Alloh. (QS. 23: 5-7). Ketahuilah, sesungguhnya Alloh telah mempersiapkan kenikmatan-kenikmatan disisiNya yang jauh lebih baik dan lebih kekal untuk orang-orang yang beriman dan bertawakal kepadaNya serta menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah (zina). (QS. 42: 36-37).
C. Nasehat bagi Para Muslimah tentang Cadar (Hijab), pada kesempatan kali ini kami akan membahas sebuah rislah yang ditulis oleh Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Abdullah bin Ibrahim Al-Jarulloh Hafidzhahulloh Ta’ala dengan Kitab beliau Mas’uliyah Al-Mar’ah Al-Muslimah, serta Al-Allamah Syaikh Muhadist Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahulloh Ta’ala telah menulis risalah yang berjudul, Hijabul Mar’ah Al-Muslimah fii Al-Kitab wa As-Sunnah. Di dalamya, beliau membolehkan sesorang wanita membuka wajahnya (tiadak memakai cadar) berdasarkan hasil analisa dan pemahamannya sehingga pandangan beliau tentang hijab dan memakai cadar itu agak berlainan (dengan pandangannya para ulama lainnya). Beberapa ulama telah me-radd (membantah) pendapat beliau ini sebagaimana nukilannya telah kami jelaskan diatas. Mereka mengkategorikan bahwa pendapat ulama ini adalah pendapat yang cacat dan bertentangan dengan kebenaran, karena wanita yang tidak menutupi wajahnya dengan kebenaran, bentuk kebid’ahan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Alloh Azza wa Jalla berfirman : …. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikannlah ia kepada Alloh (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunnah)……” (QS. An-Nisa’ : 59).
Maksudnya (kembalikanlah) ia kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya. Padahal dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjelaskan bahwa seorang wanita wajib menutupi mukanya dari pandangan kaum laki-laki asing. Oleh karena itu, kita wajib mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapat yang bertentangan dengan keduanya, karena pendapat setiap orang itu dapat diambil atau ditolak kecuali pendapatnya Rasululloh Shalallahu’ Alaihi wa Sallam. Di antara para ulama yang telah meng-counter pendapat Al-Allamah Syaikh Muhadist Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahulloh Ta’ala dan orang-orang sependapat dengannya adalah sebagai berikut : 1. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Abdul Aziz Al-Khalaf Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, “ Nazhraatun fii Hijaabil Mar’ah Al-Muslimah “. 2. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, Ash-Shaarimul Masyhuur ‘ala Ahli At-Tabaruj wa As-Sufur “. 3. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Wahaby Sulaiman Ghawijy Al-Bany Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, Al-Mar’ah Al-Muslimah “. 4. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Muhammad bin Ali Ash-Shabuni Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, “ Tafsir Ayati Al-Ahkam, Juz. 2 hal. 171 dan 382 “. 5. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh DR. Muhammad Hasan Al-Buwaihy Hafidzhahulloh Ta’ala dalam Kitab beliau, Ahammu Qadhayaa Al-Mar’ah Al-Muslimah. Hal.32 “. 6. Al-Allamah Al-Faqih Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Hafidzhahulloh Ta’ala (Anggota Al-Lajnah ad-Da’imah Lil Buhuts’ Al-Ilmiah wa Al-‘Ifta dan Ha’iah Kibarul Ulama) dalam Kitab beliau, “ Al-I’lam Binaqdi Kitab Al-Halaal Wa Al-Haraam, Hal.52 “.
Nasehat kami bagi para wanita Muslimah yakni:
1). Fitnah terbesar wanita ialah Muka/wajah maka Wajib kenakan Cadar untuk terhindar dari pandangan Laki-laki Ajnabi (Asing) yang bukan Mahromnya. (Fatwa Al-Allamah Al-Imam Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Allu’ Asy-Syaikh dalam Kitab Fatawa wa Rasa’il Hal. 2/153 serta Fatwa Lajnah Daimah lil’ Buhuts Wa ‘Ifta Kerajaan Saudi Arabia). 2). Fitnah kedua ialah tubuh/badan maka kenakanlah Jilbab yang Syar’i (longgar/lebar) untuk menutup aurat. 3). Fitnah ketiga ialah pakaian itu mestilah menutup aurat. 4). Fitnah keempat ialah pakaian itu tiada terlalu tipis sehingga tampak terbayang-bayang tubuh badan dari luar. 5). Fitnah kelima ialah pakaian itu tiada ketat atau sempit, tetapi longgar dipakai. Akan tetapi pakaian harus tertutup bentuk tubuh yang mengiurkan nafsu laki-laki asing. 6). Fitnah keenam ialah harusnya warna pakaian itu suram atau gelap, seperti warna hitam atau kelabu, sehingga tiada bernafsu lelaki melihatnya. (ini terutama pakaian luar, seperti jilbab). Menurut Al-Imam Ibnu Katsir didalam Tafsirnya pakaian wanita ketika pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam, ketika mereka keluar rumah, berwarna hitam. 7). Fitnah ketujuh ialah pakaian wanita itu tidak boleh dipakai minyak wangi (parfum) sebab dapat menimbulkan syahwat karena Rasululloh bersabda: “ Wanita manasaja yang memakai parfum yang melewati sekumpulan laki-laki asing, kemudian laki-laki itu mencium wanginya, maka wanita tersebut ialah wanita yang sudah berzinah/tunasusila (PSK) “. (HR. Muslim, Thabraniy, Bayhaqiy dengan Sanad yang Shahih). 8). Fitnah kedelapan ialah pakaian tersebut jangan bertashabbuh (mengikuti) pakaian lelaki, yakni tiada meniru-niru atau menyerupai pakaian lelaki. 9). Fitnah kesembilan ialah pakaian wanita tidak boleh bertashabbuh dengan pakaian perempuan kafir dan musyrik. 10). Fitnah yang terakhir ialah pakaian wanita tersebut bukanlah Libasuh ‘shuhrah, yakni pakaian ketenaran atau pakaian untuk bermegah-megah, atau untuk berbangga-bangga atau berhias-hias ataupun bermolek-molek.
Sekian, Semoga Risalah ini dapat bermanfaat bagi umat Islam, Barokallohu’ Fiik, Wallohu’ Ta’ala A’lam bish Showab. Subhanakallohumma’ Wabihamdiika, Waashadu’alla illahailla ‘anta Astaqfiruka Wa’atubuhu’ ilaa’ika.
Salam Taqdim, Rawamangun, Jakarta Timur, 04 November 2006 Dibuat Oleh saudaramu yang mendo’akan kebaikan untukmu, Ustadz Abu Hanifah Muhammad Faishal AlBantani al-Jawy bin Shalih Abu Ramadhan, Spd, I Muraja’ah: Al-Akh Muhammad Lukman As-Sundawy, SH, I dan Ustadz Abu Faqih Abdul Wahab At-Teghaly
Maraji’ (Catetan kaki): 1. Al-Qur’an dan Terjemah dari DEPAG RI. 2. Kutaib Beberapa Kesalahan Umum, Team Penulis eLDaSI (Lembaga Dakwah Sunniyyah Indonesia), Jakarta. 3. Kartu Dakwah tentang Jauhi Zina, Penulis eLDaSI (Lembaga Dakwah Sunniyyah Indonesia), Jakarta. 4. Buku Menjadi Mutiara Terindah, Karya: Allamah Al-Faqih Syaikh Abdullah bin Ibrahim Al-Jarulloh Hafidzhahulloh Ta’ala, Terbitan: Pustaka arafah, Solo, dll.
Buku dan Kitab yang patut anda miliki pula yakni:
A. Kitab Al-Fatawa al-Jami’ah Lil Mar’ah Al-Muslimah, Allamah Al-Faqih Syaikh Amin bin Yahya al-Wazan Hafidzhahulloh Ta’ala, Darul Qashim, Riyadh, Saudi Arabia, 1419 H. B. Kitab Mukhlafat Taqa’u Fiha an-Nisa’ (Buku Penyimpangan kaum Wanita), Allamah Al-Faqih Syaikh DR. Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin Hafidzhahulloh Ta’ala, Darul Haq, Jakarta. C. Buku Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka, Allamah Al-Faqih Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Rahimahulloh Ta’ala, Cahaya Tauhid Press, Malang. D. Buku Fatwa-fatwa tentang memandang, berkhalwat dan berbaurnya pria dan wanita, Sekumpulan Ulama Besar, Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin, Syaikh Ibnu Baaz, Syaikh Ibnu Jibrin, Pustaka At-Tibyan, Solo. E. Buku Harga Diri dan Kehormatan Rumah Tangga Muslim, Allamah Al-Faqih Syaikh Shalih bin Abdullah bin Humaid Hafidzhahulloh Ta’ala, Pustaka At-Tibyan, Solo. F. Kitab Khatharudz Dzunub ‘Alal Ummah (Akibat berbuat Maksiat), Allamah Al-Faqih Syaikh Hamid bin Muhammad Hamid al-Muslih Hafidzhahulloh Ta’ala, Kata Pengantar -Allamah Al-Faqih Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Hafidzhahulloh Ta’ala, Pustaka Arafah, Solo. G. Kitab Al-Hijab, Wan Muhammad bin Wan Muhammad ‘Ali, Penerbit: Percetakan Watan, Kuala Lumpur, Malaysia. H. Kitab ad-Da’wah, Al-Imam Allamah Al-Faqih Syaikh Muhadist Abdul Aziz bin Abdullah Ibnu Baaz Rahimahulloh Ta’ala. I. Fatwa -Imam Allamah Al-Faqih Syaikh Muhadist Muhammad bin Ibrahim Allu’ asy-Syaikh Rahimahulloh Ta’ala dalam Kitab Fatawa wa Rasa’il, dll.
By: Yayasan Al-Qolam on April 27, 2008 at 9:27 am
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Segala Puja serta puji hanya milik Alloh Rabb semesta alam, yang menurunkan Al-Qur’an yang mulia sebagai Hujjah (petunjuk) dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia, semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam sebagai utusan Alloh dan manusia sempurna rohani dan akalnya, tinggi kedudukannya, mulia budi pekerti dan akhlaknya sehingga ucapan dan tindakan beliau menjadi panutan dan suri tauladan.
“ Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabulloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu’ Alaihi wa Sallam, seburuk-buruk perkara adalah “ Muhdatsaat “ (Hal baru dalam agama yang diadakan tanpa ada petunjuk sebelumnya dari Alloh atau Nabi), dan setiap “ Muhdatsaat “ adalah Bid’ah, setiap Bid’ah adalah kesesatan sedang setiap kesesatan berakhir ke Naar (Neraka) “. (Shohih, Muslih III: 11). Amma Ba’du.
“ ETIKA BERGAUL DI DUNIA KERJA “
URGENSI PEMBAHASAN ETIKA BERGAUL DALAM DUNIA KERJA
Adab bergaul dengan manusia merupakan bagian dari Akhlakul Karimah (Akhlak yang mulia) yang merupakan bagian dari ajaran Agama Islam. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu’ Alaihi wa Sallam diutus untuk menyempurnakan Akhlak manusia, dan beliaupun seorang manusia yang berakhlak mulia. “Dan sesungguhnya engkau berada atas akhlak yang agung”. (QS. Al-Qalam : 4) “Alloh mencintai orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Imran : 134) Dan kita diperintahkan untuk mengikuti beliau, taat kepadanya dan menjadikannya sebagai teladan dan menjadikannya sebagai contoh dalam hidup. “Sungguh telah ada pada diri Rasululloh contoh teladan yang baik”. (QS. Al-Ahzab : 21) Rasululloh Shallallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda “Bertakwalah engkau dimanapun engkau berada. Sertailah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan. Dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik”. (HR. Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih). Rasululloh Shallallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda: “Seutama-utama amalan shaleh, ialah agar engkau memasukan kegembiraan kepada saudaramu yang beriman”. (HR Ibnu Abi Ad Dunya dan di hasankan oleh Syaikh Muhadist Al-Albani Rahimahulloh dalam Shahih Jami’ush Shaghir No.1096). Adab bergaul ini sangat perlu kita pelajari dan kita amalkan, agar kita mengetahui begaiamana adab terhadap orang tua, terhadap istri kita, istri terhadap suami, adab terhadap teman sekerja atau atasan terhadap bawahan dan perusahaan terhadap karyawannya.
MOTIVASI DALAM BERGAUL Faktor yang mendorong seorang muslim dalam bergaul dengan orang lain adalah semata-mata dalam rangka mencari ridho Alloh Azza wa Jalla. Demikianlah seharushnya, bukan sebaliknya yaitu bertujuan tidak dalam rangka mencari ridho Alloh Azza wa Jalla. Bisa saja seorang muslim berinteraksi dengan sesamanya dengan tujuan keduniaan semata. Seseorang mau akrab, menjalin persahabatan disebabkan adanya keuntungan yang didapatnya dari orang lain. Manakala keuntungan itu tidak di dapatkan lagi, maka ia berubah menjadi tidak mau kenal dan akrab lagi. Al-Imam Ibnu Qayyim Rahimahulloh (Ulama Ahlul Sunnah Wal Jama’ah abad ke 12 M) menjelaskan dalam kitab Zaadul Ma’ad juz ke 4 hal 249 : “Diantara kecintaan sesama manusia ada yang disebut mahabbatun linaili gharadlin minal mahbub yaitu “suatu kecintaan untuk mencapai tujuan dari yang dicintai. Bisa jadi tujuan yang ingin ia dapatkan dari kedudukan orang tersebut seperti hartanya atau jabatan tertentu atau untuk tujuan tertentu. Maka yang demikian itu disebut kecintaan karena tendensi. Atau karena ada tujuan yang ingin dicapai, kemudian kecintaan itu akan lenyap pula seiring dengan lenyapnya tujuan tadi. Karena sesungguhnya siapa saja yang mencintai kamu karena adanya suatu keperluan, maka ia akan berpaling darimu jika telah tercapai keinginannya”. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Ulama Ahlul Sunnah Wal Jama’ah abad ke 12 M) menjelaskan dalam Majmu’ Fatawa juz 10 tentang kecintaan bukan karena Alloh Azza wa Jalla beliau berkata: “Jiwa manusia itu telah diberi naluri oleh Alloh untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya, namun pada hakekatnya sesungguhnya hal itu sebagai kecintaan kepada kebaikan, bukan kepada orang yang berbuat baik. Apabila orang yang berbuat baik itu memutuskan kebaikannya atau perbuatan baiknya, maka kecintaannya akan melemah, bahkan bisa berbalik menjadi suatu kebencian. Maka kecintaan yang demikian itu bukan karena Alloh Azza wa Jalla. Barangsiapa yang mencintai orang lain dikarenakan dia telah memberi sesuatu kepadanya, maka semata-mata dia cinta kepada pemberian, bukan cinta kepada yang memberi, yang demikian itu termasuk kepada mengikuti hawa nafsu. Karena pada hakikatnya dia mencintai orang lain untuk mendapatkan manfaat darinya, atau agar terhindar dari bahaya. Demikianlah umumnya manusia saling mencintai dengan sesamanya. Yang demikian itu tidak akan diberi pahala di akhirat dan tidak akan memberi manfaat bagi mereka. Bahkan bisa jadi hal demikian itu mengakibatkan terjerumus kepada sifat kemunafikan. Maka di akhirat nanti mereka akan menjadi bermusuhan antara satu sama lainnya, kecuali orang-orang yang bertakwa”. Ucapan beliau sesuai dengan firman Alloh Azza wa Jalla dalam surat Az-Zukhruf: 67 artinya: “Teman-teman akrab yang pada hari itu (di akhirat) sebagiannya akan menjadi musuh sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa”. Adapun orang-orang yang bertakwa persahabatan mereka akan langgeng sampai di akhirat nanti karena di dasari oleh kecintaan karena Alloh Azza wa Jalla, bukan didasari kepada kepentingan dunia (berupa ambisi untuk mendapatkan kekuasaan, harta dan sebagainya dengan tidak memperdulikan apakah cara mereka di ridhoi Alloh Azza wa Jalla, sesuai dengan aturan-aturan Islam atau tidak). Bisa jadi hari ini menjadi sahabat dikarenakan ada kepentingan yang sama, lusa akan menjadi musuh karena tidak ada kepentingan yang sama.
ETIKA BERGAUL YANG DIRIDHOI ALLAH SWT DALAM DUNIA KERJA (SESUAI DENGAN FITRAH MANUSIA) Manusia suka kepada orang yang memberikan perhatian kepada orang lain, diantaranya mengucapkan salam dan menanyakan kabarnya, menegoknya ketika sakit, memberi hadiah dan sebagainya. Manusia itu membutuhkan perhatian orang lain. Maka selama tidak melewati batas-batas syar’i hendaklah kita berusaha menampakan perhatian kepada orang lain. Apalagi sapaan seorang atasan terhadap bawahannya bisa menjadi contoh yang baik, dan dapat menghasilkan sebuah tim kerja yang efektif. Manusia suka kepada orang yang mau mendengar ucapan mereka, kita jangan ingin ucapan kita saja yang ingin di dengar, tanpa bersedia mendengar ucapan orang lain. Contohnya ketika teman kantor kita berbicara salah, maka kita harusnya jangan memotong langsung, apalagi membatantahnya dengan kasar. Kita dengarkan dahulu pembicaraannya hingga selesai, kemudian kita jelaskan kesalahannya dengan baik. Manusia suka kepada orang yang menjauhi debat kusir, seringkali kita menemukan kebenaran yang kita yakini, timbul keinginan untuk mendebat rekan kerja yang masih berpahaman keliru. Bahkan berusaha memancing rekan kerja untuk berdebat ketika mengetahui pemahamannya berbeda dengan kita. Padahal manusia tidak suka kepada orang-orang yang sedikit-sedikit inginnya berdebat. Manusia tidak suka orang yang berdiskusi dengan Hararah (dengan panas). Karena umumnya orang yang hidup dengan latar belakang dan pemahaman yang berbeda. Manusia suka kepada orang yang memberikan penghargaan dan penghormatan kepada orang lain. Hal-hal yang membuat diri kita tersinggung, jangan kita lakukan kepada orang. Bentuk-bentuk sikap tidak hormat dan pelecahan, harus kita kenali dan kita hindarkan. Karyawan satu sama lain saling berinteraksi, maka barangsiapa diantara karyawan yang ingin agar rekan kerja lainnya memperlakukan dia menurut apa yang dia sukai dan secara sempurna, maka hal ini akan menyusahkan dan memberatkan dirinya. Jadi jika menginginkan orang lain tidak menyakiti kita, memperlakukan kita menurut apa yang kita sukai dan tidak siap untuk menerima sebaliknya, maka kita akan merasa susah dan banyak mengalami kekecewaan. Manusia suka kepada orang yang memberi kecempatan kepada orang lain untuk maju. Sebagai seorang muslim seharusnya senang jika saudara kita maju, berhasil dan mendapatkan kenikmatan, walaupun secara naluri manusia tidak suka jika ada orang lain yang melebihi dirinya. Di lingkungan kerja sesama rekan kerja harus saling mendukung dan saling memberikan kesempatan dan peluang kepada rekan kerja yang lain untuk berkembang dan maju, ini akan berdampak yang sangat baik sekali dalam pengembangan SDM. Berbeda dengan orang yang dengki karena ini akan berdampak kepada sikap saling memboikot. Manusia suka kepada orang yang tahu berterima kasih atau suka membalas kebaikan, hal ini bukan berarti dibolehkan mengharapkan ucapan terima kasih atau balasan dari rekan kerja jika kita berbuat baik kepadanya. Akan tetapi hendaklah tidak segan-segan untuk mengucapkan terima kasih dan membalas kebaikan yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia suka kepada orang yang memperbaiki kesalahan orang lain tanpa melukai perasaannya. Kita perlu melatih diri untuk menyampaikan kata-kata yang tidak menyakiti perasaan orang lain dan tetap sampai kepada tujuan yang diinginkan. Sikap tidak menghargai dan melecehkan hasil kerja rekan kita akan membantunya tidak bersemangat dalam memperbaiki kesalahannya dan bahkan cenderung lari dari tanggung jawab.
Sekian, Semoga Risalah ini dapat bermanfaat bagi umat Islam, Barokallohu’ Fiik (Semoga Alloh berikan barokah-Nya kepada Kalian), Wallohu’ Ta’ala A’lam bish Showab. Subhanakallohumma’ Wabihamdiika, Waashadu’alla illahailla ‘anta Astaqfiruka Wa’atubuhu’ ilaa’ika, Walhamdulillahirobbil Alamien.
Dibuat oleh : Orang yang mengharap ampunan dan ridha Rabb-Nya, Ustadz Abu Hanifah Muhammad Faishal alBantani al-Jawy bin Shalih Abu Ramadhan, Spd, I (Dari Markaz Dakwah Islam Yayasan Al-Qolam, Pengasinan, Rawa Lumbu, Bekasi Timur). Editor: Al-Akh Muhammad Lukman as-Sundawy, SH, I dan Al-Akh Ovry K Adrianto, S, Kom Muraja’ah: Al-Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrahman, Lc (Imam Masjid Al-Sofwa, Lenteng Agung, Jakarta)
By: Yayasan Al-Qolam on April 27, 2008 at 9:28 am
Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Segala Puja serta puji hanya milik Alloh Rabb semesta alam, yang menurunkan Al-Qur’an yang mulia sebagai Hujjah (petunjuk) dan peringatan bagi seluruh makhluk dari kalangan jin dan manusia, semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam sebagai utusan Alloh dan manusia sempurna rohani dan akalnya, tinggi kedudukannya, mulia budi pekerti dan akhlaknya sehingga ucapan dan tindakan beliau menjadi panutan dan suri tauladan.
“ Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabulloh, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu’ Alaihi wa Sallam, seburuk-buruk perkara adalah “ Muhdatsaat “ (Hal baru dalam agama yang diadakan tanpa ada petunjuk sebelumnya dari Alloh atau Nabi), dan setiap “ Muhdatsaat “ adalah Bid’ah, setiap Bid’ah adalah kesesatan sedang setiap kesesatan berakhir ke Naar (Neraka) “. (Shohih, Muslih III: 11). Amma Ba’du.
“ Wahai Muslimah Saudariku… Ikutilah Petunjuk Nabimu “
Saudariku, Semoga Alloh membimbingmu, kita semua pasti menginginkan keselamatan dan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Kita semua sangat ingin mendapatkan rahmat (kasih sayang Alloh) tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Karena kita sangat mengharapkan hal itu, maka kita harus menempuh jalannya, yaitu melaksanakan rukun Islam yang lima: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah/diibadahi melainkan Alloh, dan bahwa Muhammad Ibnu Abdillah Shallallahu’ Alaihi wa Sallam adalah Rosul-Nya, Mendirikan Sholat yang lima waktu dan menjaga dengan baik, mengeluarkan Zakat, berPuasa (Shaum) dibulan Ramadhan, dan Haji jika mampu. Kelima hal tersebut adalah kunci untuk meraih Syurga Alloh yang kekal abadi dan selamat dari Neraka-Nya.
Kemudian ada kewajiban lain bagi Muslimah yang perintah ini datangnya dari Alloh Azza wa Jalla dan Rosul-Nya, yakni menutup aurat (berjilbab) ketika ia akan keluar. Alloh Azza wa Jalla berfirman: “ hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: ‘ Hendaknya mereka mengulurkaan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. ‘ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu “. (QS. Al-Ahzab {33}: 59).
Saudariku… apa yang menghalangimu untuk berjilbab? Sebagian Muslimah berkata, aku belum siap untuk berjilbab karena imanku masih lemah. “ Kita hendak bertanya, “ Kalau begitu, kapan siapnya? Apakah engkau bisa menjamin bahwa engkau masih akan hidup tahun depan? Bagaimana seandainya ajal datang sebelum engkau merasa siap untuk berjilbab? Apakah engkau tidak takud Azab Alloh? Ketauhilah Saudariku, alasan seperti itu adalah bisikan Syaithan Laknatulloh yang dibisikan ke dalam benakmu untuk menghalangimu dari menta’ati Alloh “. Sebagian lagi berkata, “ Bukankah yang penting itu hati? Kalau hati kita bersih saya pikir tak mengapa saya tidak berjilbab. “ Jawabnya: Keimanan itu bukan hanya di hati saja, tapi iman itu adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan.
Sebagian berkata, saya merasa malu untuk berjilbab karena sebagian besar teman-temn saya tidak berjilbab, kalau saya pakai jilbab saya akan merasa terasing. “ jawabnya. “ Islam mengajarkan seorang wanita merasa malu jika terlihat auratnya, bukan malah malu jika menutup auratnya. Suatu yang buruk tidak akan menjadi baik walaupun sebagian besar orang melakukannya. Alloh Subhanallohu wa Ta’ala berfirman: “ Katakanlah: ‘ Tidak sama yang buruk dengan yng baik, meskipun banyaknya yang buruk itu mengagumkanmu, maka bertakwalah kepada Alloh hai orang-orng berakal agar kamu mendapat keberuntungan “. (QS. 5: 100). Adapun merasa terasing, maka bersabarlah dengan keadaan seperti itu karena Nabi Shallallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda, “ Islam ini bermula dalam keadaan terasing dan akan kembali menjadi terasing, maka berbahagialah orang-orang yang terasing “. (HR. Ahmad dan Muslim).
Itu lebih baik daripada engkau mengikuti trend yang menyalahi perintah Alloh dan Rosul-Nya sehingga mencegahmu dari Syurga-Nya. Nabi Shallallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda, “ Ada dua golongan dari penghuni Neraka yang aku belum pernah melihatnya; (salah stunya adalah) wanita-wanita yang berpakaian namun seperti telanjang, mereka menyimpang dan membuat orang lain menyimpang, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk Syurga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal bu Syurga itu dapat tercium dari perjalanan sekian dan sekian “. (HR. Muslim).
Sebagian berkata, “ Jika aku berjilbab aku takut tidak diterima jika melamar pekerjaan juga tidak akan diterima untuk masuk Sekolah atau Universitas dan Madrasah. “ Jawabnya, semua perbendaraan langit dn bumi ad di tangan Alloh, Dia-lah Yang Maha Pemberi Rizki dan Dia berjanji, “ Barangsiapa yang bertakwa kepada Alloh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya “. (QS. 65: 2). Maka hendaklah engkau bersangka baik kepada Alloh. Semoga Alloh Subhanallohu wa Ta’ala meneguhkan hatimu untuk melaksanakan perintah-Nya dan membimbingmu ke jalan yang diridhai-Nya. Amien Ya Mujibas Sa’ilin.
Tausyiah-tausyiah yang bermanfaat bgi Muslimah, Nah untuk lebih menutupi tubuhmu kami ingin memberitahumu tentang masalah “ Jilbab yang sesuai Syari’at Alloh Ta’ala (Islam) “, tahukah kamu apa saja yang harus dipenuhi?, inilah dia…
1. Pakaian Muslimah harus menutupi seluruh tubuh (termasuk kaki), termasuk muka (wajah) dan telapak tangan karena Nabi bersabda: “ Sesungguhnya wanita adalah aurat, oleh karena itu apabila ia keluar (Rumahnya tanpa disertai mahramnya) maka Syaithan akan menghiasinya “. (HR. Al-Bazzar dan At-Tirmidzi) maka Wajib bagi Muslimah memakai Hijab Syar’I yang sesuai Syari’at Alloh lihat dan renungkan QS. Al-Ahzab {33}: 59 dan memakai Cadar, juga harus menjaga pandangan supaya tidak terkena fitnah para pria yang tidak halal bagi anda supaya lebih mudah dikenal mana Muslimah dn orang yng jahil terhadap Agama dan ajaran Islam termasuk wanita-wanita kafir, karena itu agar mereka tidak diganggu oleh para Serigala yang siap menerkam mangsanya. 2. Pakaian Muslimah itu harus tebal dan tidak tipis. 3. Pakaian Muslimah itu harus longgar, tidak ketat dan tidak menampakan bentuk tubuh. 4. Pakaian Muslimah itu hendaknya berwarna suram atau gelap, seperti warna hitam atau kelabu, sehingga tiada bernafsu lelaki melihatnya. (ini terutama pakaian luar, seperti jilbab). Menurut Al-Imam Ibnu Katsir didalam Tafsirnya pakaian wanita ketika pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam, ketika mereka keluar rumah, berwarna hitam. 5. pakaian wanita itu tidak boleh dipakai minyak wangi (parfum) sebab dapat menimbulkan syahwat karena Rasululloh bersabda: “ Wanita manasaja yang memakai parfum yang melewati sekumpulan laki-laki asing, kemudian laki-laki itu mencium wanginya, maka wanita tersebut ialah wanita yang sudah berzinah/tunasusila (PSK) “. (HR. Ashabus Sunan dalam Kitab yang Masyur/terkenal yakni Kitab Mas’uliyah Al-Mar’ah Al-Muslimah Oleh Allamah Al-Faqih Syaikh Abdullah bin Ibrahim Al-Jarulloh Hafidzhahulloh Ta’ala). 6. pakaian tersebut jangan bertashabbuh (mengikuti) pakaian lelaki, yakni tiada meniru-niru atau menyerupai pakaian lelaki sebagaimana Sabda Rosululloh: “ Alloh melaknat kaum laki-laki yang menyerupai kaum perempuan dan kaum perempuan yang menyerupai laki-laki “. (HR. Bukhari dalam Kitab yang Masyur/terkenal yakni Kitab Ahkamun Taktashu bin Nisa’ dan Kitab Al-I’lam Binaqdi Al-Haram wa Al-Haram Oleh Guru kami yang mulia Al-Faqih al-Baro’ Syaikh Prof. DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Hafidzhahulloh Ta’ala (Anggota Al-Lajnah ad-Da’imah Lil Buhuts’ Al-Ilmiah wa Al-‘Ifta dan Ha’iah Kibarul Ulama)). 7. Pakaian Wanita Muslimah itu tidak menyerupai pakaian Wanita Non Muslim (wanita Kafir). 8. Pakaian Wanita itu bukan hanya sebagai perhiasan. 9. Pakaian Wanita itu bukan Libasuh ‘shuhrah, yakni pakaian ketenaran atau pakaian untuk bermegah-megah, atau untuk berbangga-bangga atau berhias-hias ataupun bermolek-molek.
Maka wahai Muslimah yang mulia jadilah Wanita Shalihah sebagaimana yang disabdakan oleh Rosululloh Shallallahu’ Alaihi wa Sallam bersabda: “ Dunia itu memang menyenangkan, namun kesenangan yang hakiki adalah Wanita Shalihah “. (HR. Muslim No. 2668 dengan Sanad Jayyid). Serta Al-Imam Al-Faqih Muhadist Abdul Qawy Rahimahulloh Ta’ala dalam Kitabnya Madhuumatul Adab bahwa Kriteria Wanita Shalihah adalah: “ Sebaik-baik Wanita adalah apabila dilihat suaminya dia menyenangkannya, dia menjaga dirinya ada maupun sedang tidak ada (berpergian. Sedikit tutur katanya (tidak Cerewet) dan sederhana Rumahnya “.
Ingatlah wahai Muslimah anda harusnya sadar bahwa begitulah sarat-sarat menjadi Wanita shalihah idaman yang dicintai Alloh dan Rosul-Nya walaupun sangat sulit dilaksanakan tapi itulah Syari’at Alloh bukan buatan Manusia dan Syaithan, jadi apakah anda masih mau melanggarnya wahai saudariku yang mulia…?. Ingatlah pula Alloh akan cinta kepada Muslimah yang mau mengikuti ajaran-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya, maka marilah jika engkau mengakui dirimu sebagai Muslimah kembalilah kejalan Raab-Mu yakni Alloh yang Mulia bukan kejalan-jalan yang dilalui Iblis dan Syaithan Laknatulloh… Semoga Sholawat dan Salam Alloh limpahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu’ Alaihi wa Sallam, Keluarganya, serta para Shahabatnya dan pengikut setia dalam mengikuti Millah (Ajarannya). Cukuplah Alloh bagi kami dan Dialah sebaik-baiknya penolong dan Raab yang patut disembab. Sekian, Semoga Risalah ini dapat bermanfaat bagi umat Islam khususnya para Muslimah idaman umat Islam yang mulia, Barokallohu’ Fiik (Semoga Alloh berikan barokah-Nya kepada Kalian), Wallohu’ Ta’ala A’lam bish Showab. Subhanakallohumma’ Wabihamdiika, Waashadu’alla illahailla ‘anta Astaqfiruka Wa’atubuhu’ ilaa’ika, Walhamdulillahirobbil Alamien.
Ucapan Terimakasih kepada: Abi dan Ummi serta Adik Ramadhan, Al-Ukh Qanitah Guru SMPIT Tashfia, Bekasi, Guru Kami yang Mulia Al-Allamah Mujahid Al-Faqih al-Baro’ Syaikh Ali bin Khudhair al-Khudhair Hafidzhahulloh Ta’ala, Al-Allamah Mujahid Al-Faqih al-Baro’ Syaikh Abu Muhammad ‘Ashim Al-Burqawi Al-Maqdisi Hafidzhahulloh Ta’ala, serta para Ulama/Da’i Sunnah pembela Syari’at Islam yang murni menurut Pemahaman Ahlusunnah wal Jama’ah sesuai Manhaj Rosululloh dan Para Salafush Ash-Shalih yang Mulia.
Ditulis Oleh: Orang yang faqir kepada ampunan dan Ridho Raabnya yang mendo’akan kebaikan untukmu, Yayasan Masjid As-Sholeh, Komplek Pemadam, Joglo, Jakarta Barat Al-Ustadz Abu Hanifah Muhammad Faishal alBantani al-Jawy bin Shalih Abu Ramadhan, Spd, I (Dari Markaz Dakwah Islam Yayasan Al-Qolam, Pengasinan, Rawa Lumbu, Bekasi Timur). Editor: Al-Akh Bunyanum dan Al-Akh Muhammad Lukman as-Sundawy, SH, I Muraja’ah: - Team Kajian A’immatud Dakwah - Divisi Media dan Kajian Jama’ah Tauhid Wal Jihad Jakarta, 21 Maret 2007 Masehi.
By: Yayasan Al-Qolam on April 27, 2008 at 9:30 am
(Kitab Pendidikan Jihad Menurut Pemjelasan Al-Qur’an dan As- Sunnah) Oleh : Fadhilatush Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Faqih Mujahid Abdul Aziz bin Nashir Al-Julayyil-Hafidzhahulloh Ta’ala Diterjemahkan oleh : Santri Madrasah Aliyah Kh. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah, Bekasi Editor: Ustadz Muhammad Lukman As-Sundawy, SH, I Al-Akh Ovry K Adrianto, S, Kom Muraja’ah : Al-Ustadz Abu Hanifah Muhammad Faishal Al Bantani al-Jawy, Spd, I Al-Ustadz Abu Faqih Abdul Wahab At-Teghaly
Pendahuluan Pembukaan Pendidikan Jihad Aspek persiapan untuk jihad di medan sesungguhnya : Akibat-akibat/sebab Pendahuluan Pembukaan
- Pembukaan Pertama : Makna Jihad secara umum dan tingkatannya - Pembukaan Kedua : Macam-macam Jihad - Pembukaan Ketiga : Keinginan untuk berjihad - Pembukaan Keempat : Keutamaan berjihad - Pembukaan Kelima : Keinginan untuk meninggalkan Jihad
Pendidikan Jihad dan Aspek persiapannya di medan sesungguhnya:
- Masalah pertama : Jihad secara umum tidak dibebankan kepada setiap muslim uang mukalaf. - Masalah Kedua : Persiapan keimanan untuk berjihad bukan berarti meninggalkan jihad untuk melawan sehingga sempurna persiapannya. - Masalah Keempat : Makna persiapan keimanan atau jihad secara maknawi. - Masalah Kelima : Asal – usul Pendidilan jihad melawan nafsu dan tingkatannya.
Sebab-sebab Pendahuluan - Jihad itu suatu keharusan bagi umat yang mengajak kepada Alloh, Amar Ma’ruf, Nahi mungkar. - Menyempurnakan segala bentuk persiapan bagi umat Islam yang hendak berjihad disetiap aspek. - Merancang segala bentuk kegiatan umum dan kegiatan persiapan jiwa dan pendukung-pendukungnya dari kemunduran sebelumnya, menghidupkan jihad dan meyakinkan jiwa dengannya. - Orang-orang yang akan berperan andil dalam berjihad.
Muqaddimah :
• Muqaddimah Pertama : “Makna Jihad secara umum dan tingkatannya”. - Secara bahasa : Jihad dengan sebenar-benarnya, dalam artian keinginan yang kuat. - Menurut Syara’ kaidah agama) yang mutlak : memerangi orang Kafir (menurut empat madzhab) - Menurut Syara’ secara umum : Mencurahkan segala kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang dicintai, dan memerangi apa-apa yang menghalangi kebenaran. - Tingkatan-tingkatannya - Manfaatnya. 1. Jihad dalam pengertian umum meliputi jihad melawan hawa nafsu dan syaithan dan meliputi jihad orang kafir dan munafik, dan Jihad kepada orang ahli bid’ah dan kemungkaran. 2. Jihad terhadap orang kafir yang menemui kendala adalah suatu kesempatan untuk lebih menyempurnakan jihad. 3. Sesungguhnya yang menyempurnakan manusia dalam hal Jihad dan mengerjakan bagian-bagiannya, semuanya itu menuntut persiapan jiwa dan segala sesuatu yang dibutuhkan.
• Muqaddimah Kedua : - Jihad berperang : Wajib ‘ain - Jihad menuntut ilmu : Wajib Kifayah, kecuali : 1. Apabila seorang imam sudah mewakili dari keseluruhan umat Islam untuk berjihad. 2. Atau apabila keluar suatu keputusan - Manfaat : Jihad memnuntut ilmu tidak diartikan sebagai fardhu kifayah karena seorang muslim yang sudah mengerjakan maka yang lain tidak terkena.
• Muqaddimah Ketiga : Keinginan untuk Berjihad 1. Mendekatkan diri kepada Alloh dengan landasan ayat-ayat yang mulia. 2. Balasannya mendapatkan keridhaan Alloh dan syurga-Nya di akhirat. 3. Bentuk penghambaan manusia kepada Tuhan Semesta Alam dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan mengeluarkan mereka dalam menyembah makluk menuju ibadah kepada Alloh yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya suatu keputusan dalam beragama dan cara-cara hidup menuju keadilan Islam dan dari sempitnya dunia beserta kesusahan menuju keluasan dan kebahagiannya, dan dari adzab neraka pada hari kiamat dan menuju Jannatu Na’im (syurga yang abadi). - Dan menolak kepada orang-orang yang meragukan akan Jihad dari sebagian umat Islam: “ Apakah Jihad itu atau berperang?”
Sesungguhnya Jihad untuk berperang dalam pandangan Islam masih mengalami iktilaf untuk masalah itu yang berkembang menuju kepada peperangan, jadi hanya sebatas kepitisan seorang Raja (Ulil Amri) pemimpin yang beriman. - Sesungguhnya hadits tentang keinginan untuk berjihad bukan berarti suatu kelalaian dari hal jihad itu sendiri dan memperhatikan kekuatan kaum muslimin dan kelemahan-kelemahan mereka. Dan apakah mereka mampu mengerjakannya atau tidak? Bukan berati bagi orang-orang yang menggunakan pedang. Sebagaimana yang diturunkan dalam Q.S At-Taubah. Sudah dihapus setiap hal yang bersangkutan tentang jihad:
“Gerakan Jihad yang demikian itu adalah Jihad yang dilakukan oleh umat muslim. Di Afganistan, Syeisyan dan Kashmir, Palestina, dsb. Karena sesunggungnya gerakan itu sudah disyariatkan untuk membebaskan Negara mereka dari Negara kafir, dan melucuti baju-baju umat Islam di tempat itu sebagaimana Jihad untuk berperang dalam beragama dan mengusir sehingga tempat-tempat itu tidak lagi dikunjungi oleh orang-orang kafir. - Adapun Jihad menurut Ilmu : Sesungguhnya yang demikian itu tidak dilakukan setelah melaksanakan beberapa hal, dan memastikan kekuatan umat Islam.
• Muqaddimah Keempat : “Keutamaan Berjihad”. - Dampak di dunia : 1. Dengan berjihad tampaknya hakekat kecintaan terhadap Alloh dan kejujuran dalam beribadah kepadaNya. 2. Menyebarkan Tauhid dan Syari’at Islam. 3. Dengan berjihad akan terhindar dijalan Alloh adalah orang yang menunjukkan manusia kepada kebenaran dan menolong mereka di jalan Allah, dimana banyak perbedaan suatu jalan. 4. Orang-orang yang berjihad dijalan Alloh adalah orang yang menunjukkan manusia kepada kebenaran dan menolong mereka di jalan Alloh, dimana banyak perbedaan suatu jalan. 5. Jihad di jalan Alloh salah satu cara yang paling bagus untuk mendidik jiwa dan mensucikan bathin dan dzhahirnya. 6. Menyatukan shaf (barisan) umat Islam dan masyarakat seluruhnya. - Dampak di akhirat : tidak disebutkan (dar Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang shahih dan perkataan Salafush Ash-Shalih). - Manfaatnya : kenapa keutamaan-keutamaan yang besar yang dipersiapan untuk para mujahid dan syuhada-syuhada dijalan Alloh itu menguatkan, ruhiyah dan akan diberikan kenangan yang besar darinya. Sebagai tanda kesungguhan dan kecintaan kepada Alloh. Dan jihad perbuatan yang mulia, agung dan terpuji dan akan diperoleh manfaatnya bagi orang yang menyelamatkannya. • Muqaddimah Kelima : “ Keinginan untuk meninggalkan jihad”. - Salah satu dosa besar dari dosa-dosa yang besar. - Perihal meninggalkannya itu akan memperluas kesyirikan, kedholiman dan memperbanyak kaum kafir. Dan menyembah manusia kepada yang satu dan lainnya. - Meninggalkannya menyebabkan keburukkan dan kehancuran. - Dalam perihal meninggalkannya menghalangi kemaslahatan yang besar didunia dan akhirat. - Menyebabkan permusuhan dan perpecahan diantara umat Islam.
Pendidikan dari aspek persiapan untuk berjihad dijaman sekarang.
• Putusan Pertama : Jihad dalam pengertian umum tidak dibebankan kepada muslim mukalaf. - Bahwasanya Jihad melawan orang kafir fardhu ‘ain baik melalui hati, ucapan, harta kekayaan. Atau dengan lisan dan tangan (kekuasaan) dan Jihad yang berada dibawah Jihad hati maka yang demikian itu sekecil-kecilnya iman. - Jihad dengan hati berarti memutuskan hubungan dengan orang-orang kafir, atau sebagian orang kafir. Dan pergaulan dengan mereka dan meyakinkan jiwa untuk memerangi mereka dan segala bentuk persiapannya.
• Putusan Kedua : Persiapan keimanan untuk Jihad, yaitu menghindari Jihad yang bersifat peperangan sehingga sempurna persiapan. - Yang demikian itu bukan berarti menghindari jihad melawan orang kafir, memerangi mereka, dalam menegakkan suatu keadilan, sehingga sempurna persiapan keimanan. - Dan bukan berarti menyesali segala bentuk persayaratan keimanan atau materi dalam jihad (perang). - Bahwasannya mendatangi jihad di jalan Alloh adalah sebaik-baik ba’iat yang diajarkan oleh para mujahid-mujahid baik keimanan, pendidikan, kezuhudan, dan keihlasan.
• Putusan Ketiga : Ikhtilaf dan kesepakatan Negara-negara diantara Jihad menuntut (ilmu) dan Jihad perang. • Putusan Keempat : Makna persiapan iman atau Jihad secara maknawi - Asal usul persiapan iman tertera dalam Q.S. At-Taubah : 111-112 • Putusan Kelima : Asal usul pendidikan Jihad bagi jiwa dan tingkatannya - Jihad jiwa atas petunjuk dan agama yang hak: : o Wajib ‘Ain o Wajib Kifayah o Wajib bagi orang yang memperhatikan dakwah dan pendidikan manusia, tausiyah, kepada mereka, dan persiapan berjihad. Dan hal ini merupakan hal yang sangat diperhatikan. Dan memusatkan kegiatan-kegiatan mereka untuk berdakwah dan perkembangan-perkembagan masalah yang beraneka ragam, atas kebenaran haq yang rendah dari ilmu, dengan jalan orang-orang yang beriman. (Ahlu Sunnah wal Jama’ah). - Kesungguhan jiwa untuk beramal yang sesudah mempelajari : o Perbuatan hati o Perbuatan lisan o Perbuatan anggota tubuh
- Sesungguhnya jiwa untuk dakwah kepada petunjuk, dan mengajarkannya kepada manusia. o Bahwasannya kesungguhan jiwa untuk menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. o Dimulai dengan jihad memberikan penjelasan dan disampaikan kepada manusia dan memberi pengertian kepada mereka akan hakikat jalan orang-orang yang beriman, dan hakikat jalannya orang kafir yang diharamkan. o Seperti yang tidak kita lupakan akan wasilah ilmu-ilmu hadits dalam meluaskan kaidah-kaidah dakwah dan menyampaikan kepada orang banyak. o Seperti yang tidak kita lupakan akan peredaran harta dikalangan jalan orang yang beriman, dan jalan orang berdosa dengan berbagai alasan. o Sebagaimana yang telah dicantumkan tausyiah ini diantara para muakhir melalui dakwah dan jihad.
- Sesungguhnya jiwa dalam bersabar akan dakwah dan penjelasan yang haq, penyiksaan dan penbedaan. o Bahwasannya dakwah itu kepada kesabaran atas persiapan jiwa untuk berjihad dan menjelaskan suatu kebenaran kepada manusia. Dan menyesali keikutsertaan di tempat-tempat orang kafir sebelumnya atau sesudahnya, maka yang demikian itu suatu pelarian yang buruk,dan tiada selamat serta tidak dibenarkan.
Akibat-akibat : - Memasukkan tingkatan jihadun Nafsyi (jihad melawan hawa nafsu) kedalam bagian yang lain. Menuntut untuk ditertibkan seluruhnya dan meyempurnakan segala hal yang belum sempurna. - Para Murotib berselisih dalam memutuskan tingkatan jihad dan inayah dengan sesuatu yang ditimbulkannya. Sekumpulan mubariz dari da’i dan mujahidin yang doruroh karena meyalahi kaidah yang ditetapkan oleh Alloh ketika dalam keadaan mendesak. - Berhati-hati dalam bergaul dengan orang munafiq yang masuk shaf (barisan) umat Islam, yang ikut campur dalam urusan. Ini merupakan buah dari persiapan yang kuat dalam kaidah shalibiyah, ketahuilah yang demikian itu mengetahui orang Islam dalam bersiap-siap, berjihad dari orang-orang munafiq yang menampakan kebaikan dan menyukai dakwah dan jihad. Wajib bagi yang bersandar kepada dakwah, persiapan, dan pendidikan sangat hati-hati terhadap orang munafik yang ikut campur dalam urusan kaum muslimin. Dan salah satu terpenting dari wasilah yang kokoh yaitu memperhatikanaa kaidah shalibiyah. Dan memperbagus persiapan dan pendidikan meskipun waktunya lama. Dan tidak menghubungkan dengan hal yang serupa dan persiapan-persiapan kecuali orang-orang yang menghancurkan pendidikan dan menampakan kesabarannya dan ketaqwaannya, keutamaannya, dan kejujurannya, dan berusaha untuk mendidik dengan mujadalah dan segala usaha. Dan berhati-hati terhadap orang yang memiliki seluk-beluk munafiq walaupun setelaha itu ia baik. Dan berhati-hatilah terhadap siapa saja yang meninggikan namanya dan datang di areal pendakwahan dan lebih mementingkan ketenaran/figuritas (Maksudnya Manhaj bukan sebagai Figuritas/ketenaran, untuk lebih jelas lihat Majalah As-Silmi Sub Judul Manhaj bukan Figuritas ) .
- Akan diterima segala bentuk pendidikan Jihad dari orang-orang yang Jihad apa-apa yang tidak diterima Qodrat mereka. - Macam-macam persiapan harta, tertera dalam Q.S. Al-Anfal : 10 dan apa-apa yang paling dari aspek persiapan akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Persiapan harta 2. Persiapan ilmu-ilmu (syar’i/agama) yang utama. 3. Persiapan fisik 4. Persiapan akan keahlian memanah (berperang), dll. - Kesalahan sebagian mujahidin bukan berati kesalahan dalam berjihad dan diganti hal demikian itu dengan sikap wala’ mereka sehingga tidak membatalkan Jihad mereka. Sesungguhnya para mujahidin itu manusia seperti yang lainnya mereka bisa berbuat salah, dan mereka diberi musibah (ujian), tidak maksum (sempurna) seperti para Nabi dan Rasul. Kitab-kitab yang telah di karang oleh: Fadhilatush Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Faqih Mujahid Abdul Aziz bin Nashir Al-Julayyil –Hafidhahulloh Ta’ala adalah : 1. Kitab Fabi Hudaahum Iqtadihi. 2. Kitab Faayyu al-Fariqayni Ahhaqqu bi al-Amni. 3. Kitab Walihillahi al-Asmaa’ al-Husnaa’ 4. Kitab At-Tarbiyyah Al-Jihadiyyah Fii Dlaul’ Kitabil Was Sunnah (untuk lebih jelas tentang kitab yang telah dikarang Asy-Syaikh Al-Faqih Al-Julayyil Hafidhahulloh Ta’ala lihat majalah Dunia Islam Hal. 24-29 Edisi ke – 8 Th. 1 Desember 2006 M/Dzulhijjah 1427 H). Sekian, semoga Risalah ini dapat bermanfaat bagi umat Islam, Barolallohu’ fiik, wallohu’ Ta’ala a’lam bish showab. Subhanakallahummaa’ wabihamdiika, waashadu’alla illahailla ‘anta astaqfiruka Wa’atubuhu ilaai’ka. 5. Slogan Indah (untu dakwah Hasmi): 1. Tegakkan Tauhid, lenyapkan syirik…!! 2. Terapkan Syari’at Alloh azza wa jalla ..!! 3. Wujudkan masyarakat Islami…!! 4. Hidupkan Sunnah, matikan bid’ah..!! 5. Tinggalkan kemaksiatan ..!!
DPP.HASMI (Harakah Sunniyah untuk masyarakat Islami), Bogor- Jawa –Indonesia Alamat : Jl. Raya Dranaga Km. 7 Gg. Radar Baru, Margajaya-Bogor Telp. 0251-625187 Fax. 0251-420537 e-mail : hasmi_bogor@plasa.com website.harakahsunniyah.org Hp. 08138757076
Tidak ada komentar:
Posting Komentar